Pakar Hukum Siber Minta Revisi UU ITE Masuk Prolegnas 2021

- 23 Februari 2021, 12:40 WIB
Ilustrasi Smartphone untuk akses kuota internet gratis 30 GB dari Kemdikbud./
Ilustrasi Smartphone untuk akses kuota internet gratis 30 GB dari Kemdikbud./ /Pixabay/ Alexas_Fotos



PRFMNEWS - Pakar Hukum Siber, Sinta Dewi mengatakan pemerintah perlu merevisi dan mengakomodasi Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

Namun sebelum itu, ia menyebut perlu dilakukan kajian terlebih dahulu mengenai poin apa saja di UU ITE yang dirasakan kurang memenuhi unsur keadilan di masyarakat.

"Mumpung Prolegnas 2021 sedang disusun, pemerintah harus memikirkan untuk memasukan UU ITE ini ke Prolegnas," kata Sinta saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Selasa 22 Februari 2021.

Baca Juga: Beni Oktovianto Hengkang dari Persib, Robert Alberts: Dia Ingin Bermain di Kalimantan

Baca Juga: Politisi PDIP Sebut Fungsi Waduk yang Belum Maksimal Jadi Penyebab Banjir Jakarta

Wacana mengenai revisi UU ITE mencuat setelah Presiden Jokowi meminta DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang tersebut.

Alasannya, UU ITE dirasakan belum dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Menurut Jokowi, belakangan ini banyak masyarakat yang saling membuat laporan dengan menjadikan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya.

Hal inilah yang sering kali menjadikan proses hukum dianggap kurang memenuhi rasa keadilan.

Senada dengan Jokowi, Sinta juga menilai dalam implementasinya, UU ITE menimbulkan ketidakadilan.

Baca Juga: PT LIB Sebut Venue Turnamen Piala Menpora Belum Fix, Begini Penjelasannya

Baca Juga: Jaminan Kesehatan Anak Jadi Perhatian Khusus DPRD Kota Bandung

Menurutnya, ada 100 lebih kasus yang mencul tarkait Pasal 27 ayat 3 UU ITE terkait penghinaan atau pencemaran nama baik secara daring.

Pasal tersebut menjadi salah satu pasal yang dikeluhkan masyarakat karena dinilai tidak memberikan rasa keadilan.

Meski demikian, ia menyebut revisi UU ITE perlu dilihat secara komprehensif.

Artinya tidak hanya melihat dari satu pasal yang dinilai bermasalah saja.

"Kalau hanya melihat dari pasal 27, 28, atau 29 sayang sebetulnya. Karena kan mungkin ada hal lain yang harus diatur lebih jelas lagi," kata Ketua Cyber Law Center Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) ini. 

Baca Juga: Meluas! Banjir Rendam 9 Desa di Bekasi, Bupati: 10 Ribu Warga Terdampak

Baca Juga: Jam Tayang dan Link Streaming Ikatan Cinta RCTI Hari Ini Selasa 23 Februari 2021

Lebih lanjut ia menuturkan, dalam hukum siber, regulasi atau undang-undang bukan satu-satunya mekanisme yang bisa dijadikan untuk memberi perlindungan.

Namun, ada mekanisme lain yang tak kalah penting yaitu literasi digital.

"Masyarakat harus paham masalah literasi digital, bahwa kita harus hati-hati dalam memposting, ada rambu-rambunya," tandasnya.***

Editor: Rian Firmansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x