Viral Dugaan Perundungan dan Pelecehan Seksual di KPI Pusat

- 2 September 2021, 07:27 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual
Ilustrasi pelecehan seksual /PRFM

PRFMNEWS - Jagat maya dihebohkan dengan adanya pengakuan seorang berinisial MS yang diduga menjadi korban pelecehan seksual di KPI Pusat.

Bahkan dalam pesan berantai yang tersebar di berbagai grup Whatsapp itu, MS mengaku dilecehkan oleh 7 pegawai KPI Pusat di Gedung baru KPI Pusat, Jakarta Pusat.

"Tolong Pak Jokowi, saya tak kuat dirundung dan dilecehkan di KPI, saya trauma buah zakar dicoret spidol oleh mereka," kata dia di awal pernyatannya.

Dalam pesan itu, MS mengaku bekerja untuk mencari nafkah di KPI Pusat.

Baca Juga: Gerbang Tol Cileunyi Pindah ke Atas: 6 Pintu Masuk Arah Jakarta Dibuka, Tarif Tetap Sama

Namun sayangnya, sepanjang 2012 hingga 2014 dia jadi korban perundungan karena kerap dipaksa membelikan makan bagi senior-senioranya.

"Selama 2 tahun saya dibully dan dipaksa untuk membelikan makan bagi rekan kerja senior. Mereka bersama sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya. Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," lanjut MS.

MS mengaku mulai bekerja di KPI Pusat pada 2011. Dia mengaku kerap menerima perlakuan tak pantas mulai dari pelecehan, makian, bahkan hingga kekerasan fisik.

"Sejak awal saya kerja di KPI Pusat pada 2011, sudah tak terhitung berapa kali mereka melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan. Saya sendiri dan mereka banyak. Perendahan martabat saya dilakukan terus menerus dan berulang ulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan pelan," jelas dia.

Puncaknya, di tahun 2015 MS mengaku mulai menerima pelecehan seksual.

Baca Juga: Gasibu dan Saparua Kota Bandung Sudah Buka Lagi, Maksimal 150 Orang

Kata dia, para pelaku yang berjumlah 7 orang ramai-ramai melakukan pelecehan seksual kepada dirinya yang membuat dirinya trauma dan hilang kestabilan emosi.

"Tahun 2015, mereka beramai ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan saya dengan mencoret-coret buah zakar saya memakai spidol. Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi," jelasnya.

Dengan apa yang diperoleh dirinya, MS pun mengaku heran kenapa kejahatan seksual seperti itu bisa terjadi di KPI Pusat.

Parahnya, MS mengaku dirinya sempat difoto oleh para pelaku dengan keadaan telanjang.

Baca Juga: Dadang Supriatna Ingin Kabupaten Bandung jadi Pemasok Utama Daging Ayam untuk Jawa Barat

"Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat? Sindikat macam apa pelakunya? Bahkan mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online," terangnya.

Atas pelecehan seksual yang dialaminya, MS mengaku trauma berat. Tapi dia mau tak mau harus menahan trauma dan stres yang dirasakan demi tetap bisa bekerja.

"Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental, menjadikan saya stres dan merasa hina, saya trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah. Harus begini bangetkah dunia kerja di KPI? Di Jakarta?," jelasnya.

"Kadang di tengah malam, saya teriak teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga. Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia," lanjutnya.

Baca Juga: Penyelundupan Narkoba di Lapas Jelekong Bandung: Sabu, Ganja dan Tramadol Masuk dalam Kemasan Makanan Ringan

"Saya tidak tahu apakah para pria peleceh itu mendapat kepuasan seksual saat beramai ramai menelanjangi dan memegangi kemaluan saya, yang jelas saya kalah dan tak bisa melawan. Saya bertahan di KPI demi gaji untuk istri, ibu, dan anak saya tercinta."

Kerena stres berkepanjangan, MS mengaku kerap sering jatuh sakit di tahun 2016.

Bahkan dia mengaku jika keluarganya ikut sedih karena kerap melihat dirinya tiba-tiba gebrak meja tanpa alasan dan berteriak tanpa sebab.

Dia mengaku setiap kali ingat pelecehan tersebut emosinya menjadi tidak stabil dan semakin lama perutnya terasa sakit, badan mengalami penurunan fungsi tubuh, dan gangguan kesehatan.

Pada 8 Juli 2017, MS memeriksakan diri ke Rumah Sakit PELNI untuk Endoskopi. Hasilnya dia diketahui mengalami hipersekresi cairan Lambung akibat trauma dan stres.

Baca Juga: Tanya Jawab Ganjil Genap di Gerbang Tol Kota Bandung yang Berlaku Mulai 3 September 2021

"Pada 2017, saat acara Bimtek di Resort Prima Cipayung, Bogor, pada pukul 01:30 WIB, saat tidur, mereka melempar saya ke kolam renang dan bersama sama menertawai seolah penderitaan saya sebuah hiburan bagi mereka. Bukankah itu penganiayaan? Mengapa mereka begitu berkuasa menindas tanpa ada satupun yang membela saya. Apakah hanya karena saya karyawan rendahan sehingga para pelaku tak diberi sanksi? Dimana keadilan untuk saya?," ungkapnya.

Akhirnya di 11 Agustus 2017 MS mengadukan pelecehan dan penindasan tersebut ke Komnas HAM melalui email. Pada 19 September 2017, Komnas HAM membalas email dan menyimpulkan apa yang dia alami sebagai kejahatan atau tindak pidana. Maka Komnas HAM menyarankan MS agar membuat laporan Kepolisian.

"2017, karena berobat ke dokter penyakit dalam tak kunjung sembuh, berdasarkan saran keluarga akhirnya saya ke Psikiater di RS Sumber Waras. Dari Psikiater, saya diberi obat penenang selama 1 minggu," lanjutnya.

Sepanjang 2018, karena tidak kuat dibully dan dimaki, usai tugas kantor selesai, MS sering menyendiri di Mushola hanya untuk menangis dalam kesunyian.

Baca Juga: Bupati Umumkan Wisata Pangandaran Segera Buka Kembali

"Kadang saya pulang ke rumah di jam kerja hanya untuk menghindari perundungan yang tak sanggup saya tanggung. Mereka terus merundung dengan kata kata kotor dan porno seolah saya bahan hiburan mereka. Tapi karena dimarahi ibu agar bekerja sampai tuntas, saya akhirnya terpaksa kembali ke kantor," paparnya.

"Karena saya sering menyendiri ke mushola, para pelaku memfitnah saya meninggalkan pekerjaan, padahal saya trauma oleh kebejatan mereka dan tugas kantor selalu saya selesaikan dengan baik," lanjutnya.

Karena tak betah dan sering sakit pada 2019 MS akhirnya pergi ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi.

Sayangnya, Polisi meminta dirinya untuk lapor terlebih dahulu kepada atasannya agar masalah ini diselesaikan di internal KPI Pusat.

"Pak Kapolri, bukankah korban tindak pidana berhak lapor dan Kepolisian wajib memprosesnya?," herannya.

Baca Juga: Catat Jadwalnya! 5 Gerbang Tol di Kota Bandung Diberlakukan Ganjil Genap

"Akhirnya saya mengadukan para pelaku ke atasan sambil menangis, saya ceritakan semua pelecehan dan penindasan yang saya alami. Pengaduan ini berbuah dengan dipindahkannya saya ke ruangan lain yang dianggap "ditempati oleh orang orang yang lembut dan tak kasar"," ceritanya.

Usai pengaduan itu, MS mengaku para pelaku mencibir dirinya sebagai manusia lemah dan si pengadu.

Bahkan para pelaku sama sekali tak disanksi dan akhirnya masih menindas MS dengan kalimat lebih kotor.

"Bahkan pernah tas saya di lempar keluar ruangan, kursi saya dikeluarkan dan ditulisi "Bangku ini tidak ada orangnya". Perundungan itu terjadi selama bertahun tahun dan lingkungan kerja seolah tidak kaget. Para pelaku sama sekali tak tersentuh," paparnya.

"Saya makin stres dan frustasi. Akhirnya berdasarkan saran keluarga, saya konsultasi ke psikolog di Puskesmas Taman Sari. Hasilnya, saya divonis mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)," lanjutnya.

Bingung menghadapi lingkungan kerja yang penuh predator dan penindas, akhirnya di kantor MS cerita kepada salah seorang sopir Komisioner KPI Pusat.

Dia mengaku butuh teman bicara di kantor, sebab pasca pemindahan ke ruangan lain nyatanya tidak mengakhiri perundungan yang dilakukan para pelaku.

"Karena perundungan terus terjadi dan saya makin lemah, sering sakit, terhina tiap saat, pada 2020 saya kembali ke Polsek Gambir, berharap laporan saya diproses dan para pelaku dipanggil untuk diperiksa. Tapi di kantor polisi, petugas tidak menganggap cerita saya serius dan malah mengatakan, "Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak, biar saya telepon orangnya,"lanjutnya.

Baca Juga: Ga Mau Rugi, India Bersiap Lanjutkan Kerjasama dengan Afghanistan Meski Taliban Berkuasa

MS mengaku ingin penyelesaian hukum, makanya dirinya lapor polisi. Namun dia heran kenapa laporannya tidak di-BAP dan kenapa pelaku tak pernah diperiksa dan heran kenapa penderitaan dirinya seperti diremehkan.

"Bukankah seorang pria juga mungkin jadi korban perundungan dan pelecehan seksual? Saya tidak ingin mediasi atau penyelesaian kekeluargaan. Saya takut jadi korban balas dendam mereka, terlebih kami berada dalam satu kantor yang membuat posisi saya rentan," tegasnya.

"Kepada siapa lagi saya mengadu? Martabat saya sebagai lelaki dan suami sudah hancur. Bayangkan, kelamin saya dilecehkan, buah zakar saya bahkan dicoret dan difoto oleh para rekan kerja, tapi semua itu dianggap hal ringan dan pelaku masih bebas berkeliaran di KPI Pusat. Wahai Polisi, dimana keadilan bisa saya dapat?," katanya.

"Apakah harus jadi perempuan dulu supaya polisi serius memproses kasus pelecehan yang saya alami? Apakah tangan saya harus dibacok sampai putus atau perut saya diiiris berdarah dulu baru penganiayaan yang saya alami diperhatikan orang lain?."

Pada Oktober 2020, MS mengirim pesan ke Pengacara kondang Hotman Paris dan Mentalist Deddy Corbuzier untuk meminta tolong via DM Instagram. Tapi sayang, mereka berdua tidak merespon.

Baca Juga: Data Pengguna eHAC Diduga Bocor, Kemenkes Minta Masyarakat Uninstall Aplikasi eHAC

"Pak Jokowi, Pak Kapolri, Menkopolhukam, Gubernur Anies Baswesan, tolong saya. Sebagai warga negara Indonesia, bukankah saya berhak mendapat perlindungan hukum? Bukankah pria juga bisa jadi korban bully dan pelecehan? Mengapa semua orang tak menganggap kekerasan yang menimpaku sebagai kejahatan dan malah menjadikanya bahan candaan? Usai lapor atasan, mengapa pelaku tidak disanksi? Seperti inikah lingkungan kerja di KPI Pusat?."

"Dengan rilis pers ini, saya berharap Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia mau membaca apa yang saya alami. Saya tidak kuat bekerja di KPI Pusat jika kondisinya begini. Saya berpikir untuk resign, tapi sekarang sedang pandemi Covid-19 dimana mencari uang adalah sesuatu yang sulit."

Akhirnya usai diskusi dengan temannya yang pengacara, aktivis LSM, MS berani bicara dan mengungkap kasus ini kepada publik lewat rilis yang dikeluarkan dirinya ini.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x