Begitupula aktivasi kegiatan dan industri pariwisatanya, seperti di Saung Angklung Udjo.
"Selain itu sejarah angklung di Kota Bandung juga di tahun 1930-an, Pak Daeng Soetigna mempelopori kehadiran angklung," katanya.
Kenny lanjut menuturkan, karena diselenggarakan dalam situasi pandemi Covid-19, Deklarasi Bandung Kota Angklung diselenggarakan secara hybrid yang mana para pengisi acara hadir secara langsung (offline) maupun online.
"Inginnya sih seperti Asia Africa Festival ya, tapi kan ini masih dalam suasana pandemi. Tapi kita coba gelar secara kolosal dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Jadi ramainya dapat, tapi prokes tetap terjaga," terangnya.
"Persiapannya tidak mendadak. Kita sudah siapkan kajian kenapa di tanggal 21 (deklarasi), kenapa harus di Kota Bandung," imbuhnya.
Kenny berharap, kegiatan ini tidak menjadi ajang simbolis semata. Ke depannya, ia ingin aktivitas angklung di Kota Bandung dapat berjalan secara berkelanjutan.
"Pasca deklarasi, mesti lebih jelas ke depannya mau dibawa ke mana Bandung sebagai kota angklung ini. Mesti disiapkan juga kegiatan yang sustainable," pungkasnya. ***