“Catatan yang terpenting adalah perencanaan kebutuhan kereta api seharusnya lebih terstruktur dan sistematis, jangka menengah dan jangka panjang,” kata Menperin, dikutip prfmnews.id dari ANTARA.
Menperin memaparkan, terdapat tiga hal yang menjadi pertimbangan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan transportasi masyarakat dengan industri dalam negeri.
Ketiganya yakni, penggunaan industri dalam negeri, terciptanya penyerapan tenaga kerja apabila kebijakan yang diambil adalah retrofit yakni penambahan teknologi atau fitur baru pada sistem lama. Terakhir adalah bagaimana membuat transportasi publik dapat terjaga.
Menurut Agus, keputusan mengimpor KRL bekas tetap ada dalam opsi kebijakan yang akan diambil pemerintah, walaupun tidak masuk dalam kategori prioritas.
“Importasi tetap ada dalam opsi, walaupun tidak prioritas (apalagi barang bekas). Kebijakan bisa berupa retrovit atau gabungan antara retrovit dan importasi,” ujar Agus.
Kemudian Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo turut bersuara dan mengungkapkan bahwa Indonesia tidak perlu mengimpor KRL karena industri kereta api nasional mampu memproduksinya.
Sementara itu, Menkopolhukam Luhut merespons hal tersebut dengan segera mengirim Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit atas impor KRL bekas.
Luhut menekankan tidak ingin mengulangi kesalahan atas kejadian impor barang bekas pada masa lalu. Ia pun meminta agar ada perencanaan lebih rinci agar negara tidak terus melakukan impor.***