RUU KUHP Disahkan Jadi UU, Menkumham: Produk Belanda Tidak Relevan Lagi dengan Indonesia

- 6 Desember 2022, 18:28 WIB
DPR dan Pemerintah Sepakati RUU KUHP disetujuti menjadi UU
DPR dan Pemerintah Sepakati RUU KUHP disetujuti menjadi UU /ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa

PRFMNEWS - Komisi III DPR RI dan Pemerintah secara resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) untuk disetujui dan disahkan menjadi UU.

Alasan RUU KUHP resmi disahkan menjadi UU KUHP pada hari ini, Selasa 6 Desember 2022 diungkap Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.

Ketua Komisi III DPR dan Menkumham menyatakan pula bahwa pengesahan RUU KUHP menjadi UU KUHP menjadi salah satu peristiwa bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia.

Baca Juga: Sahkan RUU KUHP Menjadi UU, DPR RI Sebut Ini Momen Bersejarah

Bambang Wuryanto menuturkan peristiwa pengesahan UU KUHP pada 6 Desember 2022 ini merupakan momen pembaruan hukum pidana nasional dan sebagai upaya untuk terlepas dari peninggalan kolonialisme sepenuhnya.

Sedangkan menurut Yasonna Laoly, Indonesia yang setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk Belanda akhirnya saat ini sudah memiliki KUHP hasil rancangan sendiri.

Adapun alasan DPR dan Pemerintah memutuskan meresmikan RUU KUHP menjadi UU yang dinilai sudah sangat urgent ini disampaikan keduanya usai Rapat Paripurna DPR RI Ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta hari ini.

Baca Juga: Dipimpin Jokowi, Ratas Progres RUU KUHP Putuskan Sejumlah Pasal Alami Perubahan, Termasuk Soal Pidana Mati

Bambang Pacul (sapaan akrab Bambang Wuryanto) mengatakan ada beberapa hal yang menjadikan pengesahan tersebut dinilai urgensi jika melihat latar belakang dan materi yang ada di dalam UU KUHP ini.

Ia mengungkap pembahasan UU KUHP ini telah berlangsung dari periode DPR RI 2014-2019 dan dilanjutkan pada periode ini (carry over). Berbagai kegiatan yang sifatnya menggali seluruh aspirasi masyarakat, diskusi terarah, sosialisasi dan pengayaan materi telah dilakukan.

“Oleh sebab itu, pembahasan terhadap draf UU KUHP telah berlangsung cukup komprehensif dan mendalam, mengingat pentingnya UU KUHP ini sebagai upaya pembaharuan hukum pidana nasional,” ujarnya.

Baca Juga: Dalam RUU KUHP Perzinahan Kena Pasal Ini, Pasangan Belum Menikah Check In di Hotel Bisa Dipidana

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini mengungkapkan, UU KUHP pada prinsipnya merupakan upaya ‘Rekodifikasi Terbuka’ terhadap seluruh ketentuan pidana yang ada di Indonesia dan menjawab seluruh perkembangan yang ada di masyarakat saat ini.

“Dengan begitu, UU KUHP tidak sepenuhnya mengurangi keberlakuan undang-undang di luar UU KUHP (lex specialis), sepanjang asas dan prinsip pemidanaannya mengikuti UU KUHP (lex generali),” ucapnya.

Menurutnya, UU KUHP ini membawa misi dekolonisasi, demokratisasi, harmonisasi, dan konsolidasi Hukum Pidana. KUHP lama (Wetboek Van Strafrecht voor Nederlandsch-lndie), imbuhnya, merupakan warisan kolonial Belanda dan telah berlaku lebih dari 76 tahun.

Baca Juga: Jokowi Minta Jajarannya Diskusi Lebih Masif Soal 14 Pasal Kontroversial RUU KUHP dengan Masyarakat

“KUHP tersebut menjadi salah satu permasalahan yang seringkali timbul di sistem penegakan hukum dan keadilan masyarakat karena sangat kental kolonialisasi maupun bertentangan dengan kehidupan yang demokratis dan penghormatan HAM,” terangnya.

UU KUHP ini, lanjutnya, menjadi langkah modernisasi Hukum Pidana Nasional sesuai perkembangan masyarakat dengan sasaran tujuan antara lain, untuk menjamin kepastian hukum, menciptakan kemanfaatan dan keadilan, menciptakan proses pemidanaan yang tidak menderitakan dan merendahkan martabat manusia.

“Serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelesaian konflik hukum dengan tetap menegakkan norma-norma hukum, meningkatkan penghormatan terhadap nilai-nilai HAM dan memperkuat penegakan dan supremasi hukum di Indonesia,” jelasnya.

Baca Juga: RUU KUHP Indonesia Dinilai Kontroversial, Disorot oleh Media Asing

Bahkan ia menyebut, UU KUHP ini juga mencerminkan modernisasi hukum pidana nasional dalam hal pergeseran paradigma pemidanaan yang tidak lagi sekedar memberikan efek jera dan pembalasan, tetapi juga memberikan rasa keadilan yang memulihkan.

Sementara itu, Yasonna Laoly menyampaikan, KUHP sebelumnya yang merupakan produk Belanda dirasakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia, sehingga pengesahan RUU KUHP menjadi urgensi.

"Kita patut berbangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain. Jika dihitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sudah 104 tahun sampai saat ini. Indonesia sendiri telah merumuskan pembaruan hukum pidana sejak 1963,” ungkapnya.

“Produk Belanda tidak relevan lagi dengan Indonesia. Sementara RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia," imbuhnya.***

Editor: Rizky Perdana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x