Kementan dan IDI Kerja Sama Lakukan Uji Klinis Terhadap Kandungan Bahan Aktif Pada Eucalyptus

9 Juli 2020, 08:03 WIB
KEMENTERIAN Pertanian meluncurkan inovasi rangkaian produk antivirus berbahan eucalyptus yang dinilai mampu menangkal penyebaran virus corona.* /ANTARA/

PRFMNEWS - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah melakukan penelitian awal terhadap kandungan eucalyptus. Selanjutnya, Balitbangtan akan bekerja sama dengan Ikatan Dokter Idonesia (IDI) untuk melakukan uji klinis terhadap kandungan eucalyptus.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Mohammad Faqih mengatakan, kerja sama ini dilakukan untuk melakukan uji klinis, apakah bahan aktif eucalyptus berkhasiat dijadikan obat atau tidak.

"Kementerian pertanian sudah melakukan penelitian awal yaitu uji laboratorium dan itu sudah dilakukan. Dan hasilnya sudah ada. karena sudah ada hasilnya maka sudah diserahkan kepada BBPOM untuk mendapatkan izin edar. Tetapi izin edar untuk eucalyptus yang sudah diuji laboratorium itu masih izin edar di level sebagi jamu atau herbal, bukan pada level obat. Kalau mau pada level obat maka penelitiannya harus dilakukan pada fase uji klinis. Jadi ini yang dikerjasamakan dengan IDI," kata Faqih saat on air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Rabu 8 Juli 2020.

Baca Juga: Kini Ada 'Dark Mode' di Web WhatsApp, Begini Cara Mengaktifkannya

Faqih menjelaskan, saat ini eucalyptus yang beredar dikategorikan sebagai bahan jamu atau herbal. Sedangkan jika akan dikategorikan obat klinis, maka harus dilakukan uji klinis terlebih dahulu.

"Jadi penelitian itu bukan penelitian lanjutan terhadap bentuknya ya, bukan bentuk kalungnya, bentuk cincinnya, bentuk gelangnya, bukan itu. Tapi bahan aktifnya yang namanya eucalyptus yang mau diteliti lebih lanjut," tegasnya.

Saat ini, Kementan telah membuat kalung yang diklaim sebagai kalung anti corona dari eucalyptus. Menurut Faqih, pihaknya tidak akan lagi menguji hal itu, melainkan akan menguji kandungan aktif dari eucalyptus apakah bisa dijadikan obat atau tidak.

Baca Juga: Pemkot Bandung Berencana Buka Kembali Forest Walk Baksil Mulai Pekan Depan

Untuk bentuknya sendiri, dia sebut, itu akan tergantung pada hasil uji klinis.

"Kami tidak memiliki concern (perhatian) terhadap bentuk-bentuk itu. concern kita pada bahan aktifnya. Oleh karena itu kita fokus pada bahan aktifnya, masalah nanti bentuk ketersediannya seperti apa seperti bentuk roll on, bentuk spray, atau bentuk pil atau sirup itu memang setelah uji klinis dilakukan akan ketahuan bentuk apa yang paling tepat," jelasnya.

"Yang dimaksud dengan uji klinis ini akan langsung diujikan pada manusia," ujarnya.

Disebutkan Faqih, peneliti di semua negara di dunia hingga saat masih melakukan penelitian untuk menemukan obat dan vaksin covid-19. Di Indonesia, selain meneliti eucalyptus, ada beberapa penlitian terhadap bahan lain.

Baca Juga: Persiapan Sekolah Tatap Muka di Kota Sukabumi, Durasi Belajar Hanya 4 Jam

"Misalnya penelitian plasma convalescent. Untuk plasma convalescent yang kami dengar itu sudah masuk pada uji klinis tapi belum selesai meskipun informasinya menghasilkan hasil yang baik tapi belum selesai. Terus kemarin ada kombinasi obat, itu juga belum selesai. Termasuk yang dilakukan kementerian pertanian ini dalam rangka mendorong ke arah mencari solusi melalui riset," ungkapnya.

Di Indonesia banyak sekali tanaman yang berpotensi menjadi obat. Oleh karena itu Faqih menilai apa yang dilakukan Kementan ini harus didukung karena berupaya keras mencari obat dari kekayaan alam Indonesia.

Memanfaatkan kekayaan alam Indonesia ini yang menarik. Semua negara tahu dan mungkin kita sendiri tahu bahwa tanaman-tanaman atau kekayaan flora Indonesia berkhasiat obat itu banyak selama ini belum tereksplorasi dengan baik," ujarnya.

Baca Juga: Telur Diganti dengan Susu, Pemprov Jabar Salurkan Bansos Tahap 2 Mulai 9 Juli

Hal ini, kata Faqih, selain bagus untuk penanganan covid-19, bagus juga untuk perkembangan dunia klinis Indonesia. Pasalnya ini bisa mengurangi ketergantungan obat dengan bahan kimia di Indonesia.

"Jika ini sukses, bisa jadi ini pemicu bagi kita untuk mendorong riset kepada kekayaan alam Indonesia sendiri kepada tanaman yang berpotensi jadi obat itu digalakan," ujarnya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Tags

Terkini

Terpopuler