Guru Besar UPI Soroti Ketersediaan Obat dan Oksigen Bagi Pasien Isoman Covid-19

10 Juli 2021, 13:58 WIB
Guru Besar Komunikasi Politik UPI, Prof. Dr. Karim Suryadi. /Dok Universitas Bangka Belitung.

PRFMNEWS - Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Dr Karim Suryadi menyoroti ketersedian obat dan oksigen bagi pasien isolasi mandiri (isoman) yang terpapar Covid-19.

Karim menuturkan, kematian sejumlah pasien yang menjalani isolasi mandiri (isolasi) bukan hanya sangat menyedihkan, tetapi mengungkap karut-marutnya koordinasi dan terbatasnya kemampuan menanggulangi pandemi Covid-19 di tingkat bawah.

Menurut dia, banyak pasien terpaksa isolasi mandiri bukan karena tidak merasakan gejala, atau sengaja memilihnya demi menghindari paparan wabah yang terpusat di satu tempat, namun lebih karena tidak mendapatkan tempat perawatan.

Baca Juga: Jaga Grafik Penurunan Mobilitas di Kabupaten Bandung, Polisi Siaga di Cek Poin PPKM Darurat Tol Soroja

Kesulitan mendapatkan tempat perawatan di tengah lonjakan kasus bisa dimaklumi karena tidak seperti negara lain, lanjut Karim, kemampuan pemerintah menambah instalasi perawatan amat terbatas. Kalaupun dilakukan memakan waktu cukup lama.

Namun yang amat disayangkan, kata Karim, mereka yang melakukan isolasi mandiri benar-benar dituntut harus mandiri. Memang beberapa pasien mendapat layanan dari petugas Puskesmas, namun kesulitan mencari obat yang dianjurkan dokter, bahkan penyediaan oksigen adalah dua hal mendasar yang sulit dipenuhi keluarga.

"Dua hal terakhir harus menjadi concern pemerintah dalam penanggulangan wabah. Oksigen dan obat yang diperlukan pasien yang menjalani isolasi mandiri harus disediakan pemerintah dan dapat diperoleh dengan mudah," jelasnya dalam siaran pers yang diterima Redaksi PRFM, Sabtu 10 Juli 2021.

Dinyatakan Karim, jaminan untuk mendapatkan obat dan oksigen jika diperlukan bagi pasien isolasi mandiri akan menjadi bukti negara hadir secara manusiawi dan berkeadilan, sekaligus wujud kolaborasi antara keluarga pasien dengan pemerintah.

"Sayangnya kondisi ini masih jauh panggang dari api. Jangankan diperoleh dengan cumia-cuma, obat yang dianjurkan dokter, dan oksigen yang amat dibutuhkankan pasien, tidak mudah didapat. Bahkan kalau pun harus membeli, barangnya langka dengan harga yang melambung," ujarnya.

Baca Juga: Rumah Sakit di Purwakarta Penuh, Pasien Stroke Tak Tertangani hingga Meninggal Dunia

Lebih dari itu, layanan penanggulangan pasien pada tingkat paling bawah lebih menyandarkan pada kesukarelaan warga dan aparat kewilayahan paling rendah.

Banyak keluarga bergotong royong menyediakan makanan bagi keluarga yang menjalani isolasi mandiri, dan tidak sedikit Ketua Rukun Tetangga (RT) harus melayani 3 atau 4 keluarga.

Di satu sisi, hal ini menggembirakan karena mencerminkan masih kuatnya kekeluargaan dan solidaritas warga. Namun di sisi lain menyedihkan karena mengisyaratkan terputusnya jalur terkoordinasi yang tampak megah dan rapih di atas, namun centang perenang di bawah.

“Mulai hari ini, pasien isoman harus diperlakukan seperti pasien yang dirawat di rumah sakit yang ditempatkan di ruang-ruang keluarga,” ucap Karim.

Baca Juga: PPKM Darurat, Pilkades Kabupaten Bandung Barat Diundur

Dengan terus merawat harapan, kebersamaan dan daya juang kolektif, tegas karim, pemenuhan obat yang disarankan dokter dan oksigen bagi pasien isoman Covid-19 yang memerlukannya harus dijamin pemerintah.

Kesanggupan pemerintah menanggulangi terjangan wabah mudah-mudahkan tidak sekedar klaim, namun nampak dalam penyediaan pelayanan dasar yang dibutuhkan pasien. Utamanya penyediaan obat yang disarankan dokter dan oksigen yang dibutuhkan pasien. Bagi pasien yang membutuhkan, oksigen adalah udara yang harus diperoleh secara cuma-cuma.***

Editor: Indra Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler