Agar Bansos Tepat Sasaran, Pemerintah Kota Bandung dan BPS Sinergikan Data Regsosek

17 September 2022, 09:15 WIB
Ilustrasi bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah Kota Bandung /Pixabay/Iqbal Nuril

PRFMNEWS - Pemerintah Kota Bandung dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung melakukan sinergi data registrasi sosial ekonomi (regsosek) mulai dari periode Oktober hingga Desember 2022.

Sinergi data regsosek ini dilakukan Pemkot dan BPS Kota Bandung untuk mewujudkan koordinasi dan kerja sama pelaksanaan kegiatan statistik.

Kepala BPS Kota Bandung Aris Budiyanto mengatakan, tujuan regsosek ini sebagai upaya pemerintah dalam mendorong percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, integrasi program dan membangun satu pusat rujukan informasi.

Baca Juga: Kabar Gembira! Menaker Bocorkan Jumlah Pekerja Calon Penerima BSU 2022 Tahap 2: Cair Minggu Depan

"Targetnya 100 persen penduduk Kota Bandung akan disensus," ujarnya usai berdiskusi bersama Pemkot Bandung di Balai Kota pada Jumat, 16 September 2022.

Diharapkan Aris, melalui pendataan ini bantuan sosial sebagai bagian dari perlindungan sosial bisa disalurkan tepat sasaran pada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Seluruh data masyarakat yang mendapat bantuan sosial seperti subsidi bahan bakar minyak (BBM), kesehatan, dan UMKM ada dalam regsosek.

"Setelah dikumpulkan dan diolah BPS, datanya akan keluar di 2023 dan bisa digunakan di semester kedua tahun 2023,' kata Aris.

Baca Juga: Permintaan Maaf Keluarga Pemuda Madiun yang Jadi Tersangka Terkait Kasus Hacker Bjorka

Rencananya sebanyak 3.944 petugas direkrut untuk mendata 10.000 rukun tetangga.

Kemudian, salah satu proses yang akan dijalankan adalah geotagging. Terutama pada masyarakat yang terdata miskin ekstrem.

"Konsep penduduk dalam BPS adalah seseorang yang tinggal di suatu wilayah minimal 1 tahun atau kurang dari 1 tahun, tapi punya niat untuk tinggal 1 tahun. Tidak termasuk penduduk yang pulang pergi dari luar Kota Bandung ke Kota Bandung," papar Aris.

Salah satu teknik yang digunakan adalah proximi test. Setiap penduduk nantinya akan diperingkatkan.

Pendapatan dan pengeluarannya akan menjadi referensi untuk pemeringkatannya.

"Jika penghasilan penduduknya di bawah Rp418.654 per bulan, maka masuk dalan kategori penduduk miskin ekstrem. Jadi, bukan hanya 14 indikator saja yang kita gunakan," jelas Aris.

Baca Juga: Ditetapkan Tersangka, Ternyata ini Motif dan Peran MAH dalam Kasus Hacker Bjorka

Untuk menyinergikan seluruh data, pada 21 September mendatang BPS akan melakukan rapat koordinasi bersama seluruh dinas dan kecamatan untuk sosialisasi terkait Regsosek.

Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna menyatakan perlu adanya spesifikasi sasaran penduduk yaang akan didata.

Menurut Ema, hal ini diperlukan sehingga meminimalisasi kesalahan data penduduk miskin ekstrem di Kota Bandung.

"Jangan sampai ada salah pemahaman mengenai definisi dari penduduk miskin ekstrem di Kota Bandung. Bisa dibayangkan nanti, kualifikasinya harus benar-benar ajeg. Jangan sampai ada yang tadinya tidak terdaftar, malah jadi ada," ucapnya.

Ema mengharapkan, data BPS bisa menjadi acuan bersama yang digunakan Pemkot Bandung dalam mengambil kebijakan strategis.

Oleh karena itu, kata Ema, penting untuk menyelaraskan data BPS dengan data eksisting yang dimiliki para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) saat ini.

Baca Juga: Apakah Penderita Diabetes Tidak Boleh Minum Air Kelapa Muda? Berikut Penjelasan dr. Cahyo

"Pendataan penduduk dalam konteks lingkup sosial ekonomi ini merupakan langkah yang sangat strategis, tapi harus sangat berhati-hati untuk kita selaraskan," ujarnya.

Kepala Dinas Sosial Kota Bandung, Soni Bakhtiyar menilai, jika pendataan penduduk miskin ekstrem ini selesai, kemungkinan angka kemiskinan di Kota Bandung akan menurun.

Lebih lanjut, pemerintah pusat akan memberikan perlindungan jaminan sosial ini hanya kepada warga miskin esktrem yang selama ini berada dalam desil 1.

"Dengan begitu, data DTKS yang sejumlah 319.000 akan dibersihkan yang berada di desil 2-4. Sehingga muncul angka kemiskinan di Kota Bandung yang akan dipublikasikan angka miskin esktremnya saja," tutur Soni.

Kendati demikian menurut Soni, perlu adanya indikator atau alat ukur yang lebih mengerucut dalam menentukan apakah warga tersebut masuk dalam kategori miskin ekstrem atau tidak.

Baca Juga: DKI Jakarta Gelar Pemutihan Pajak untuk Kendaraan Hingga Resto, Berikut Keuntungan yang Bisa Didapat

Kepala Dinas Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana (DPPKB), Dewi Kaniasari mengaku juga tengah mendata keluarga sampai tingkat RT.

Sebanyak 2.146 orang kader pendata diturunkan di tahun ini dengan proses yang sama yakni geotagging.

Pendataan ini dilakukan dari 1 September - 31 Oktober.

"Beberapa indikator yang didata itu pembangunan keluarga dan sosek. Ada 55 variabel yang didata. Tiap 1 orang kader mendata 150 KK. Mungkin ada data yang berarsiran dengan BPS, bisa kita selaraskan," urai Dewi.***

Editor: Indra Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler