Warkop Konsep ‘Makan di Rumah Teman’ di Bandung, Kursi dan Meja Ternyata Dapat dari Madrasah

10 Februari 2023, 15:00 WIB
Warkop Warung Kopi Imah Babaturan menjadi salah satu warkop yang juga menjual menu makanan berat. Kalau main ke Kota Bandung, wajib melipir ke tempat satu ini. /Mata Bandung

PRFMNEWS – Ini salah satu rekomendasi warung kopi (warkop) di tengah Kota Bandung yang tak hanya menjual minuman dan camilan, tapi juga makanan berat yang nikmat serta buka dari pagi hari.

Uniknya lagi, warkop kekinian di Kota Bandung ini mengusung konsep ‘Nostalgia Seperti Makan di Rumah Teman’ yang menghadirkan area semi outdoor (luar ruangan) dan indoor (dalam ruangan).

Satu hal menarik dari warkop di Kota Bandung yang tidak hanya menjual mie instan atau gorengan ini juga terletak pada bangku-bangku dan meja yang ternyata dibeli dari salah satu madrasah.

Baca Juga: Dishub Bandung Ikut Atur Lama Waktu Lampu Merah Simpang Samsat Lewat ATCS, Ini Rinciannya

Warung Kopi Imah Babaturan, inilah namanya. Warkop satu ini memang tak jarang diincar oleh para konsumen dari luar daerah yang sedang berlibur ke Kota Bandung.

Warkop Imah Babaturan didirikan sejak Oktober 2015 oleh sang pemilik, Muhammad Nurul Hudha yang sengaja mengusung konsep klasik agar konsumen seolah datang untuk makan di rumah teman sesuai namanya.

"Jika berfilosofi, Imah Babaturan itu artinya rumah teman. Kalau ingat zaman sekolah dulu main ke rumah teman itu, ibunya masak apa saja kok terasa enak. Jadi kita ingin buat suasana yang hangat di sini. Orang datang ke tempat makan yang baru, tapi rasanya tidak asing, seperti ke rumah teman sendiri," jelas Hudha.

Setiap harinya, warkop yang berlokasi di Jalan Kebon Bibit No. 3 Tamansari ini sudah buka mulai pukul 07.00 WIB.

Baca Juga: Penerbangan Internasional di Bandara Husein Diharapkan Dibuka Lagi untuk Tingkatkan Kunjungan Wisatawan Asing

Sejak pagi, warkop ini biasanya sudah dipadati pengunjung yang baru selesai berolahraga bersama teman dan keluarga, meeting, atau bahkan sengaja berkunjung sendiri.

Selanjutnya soal furniture di warkop ini yang semua tampak sederhana termasuk alat masak, alat makan, dan tempat duduk, istri Hudha, Anggia Bonyta ikut menjelaskannya.

"Ada madrasah yang mau jual bangku-bangkunya. Kebetulan karena saat itu budget kita masih minim, belum bisa beli furniture di IKEA. Jadi ya beli dari madrasah saja," ujar Anggia Bonyta.

Tak ada menu andalan di sini karena semua menu merupakan favorit dari konsumen. Namun, Hudha mengatakan, menu paling 'tua' di sini adalah tongseng kambing dan gulai kambing tulangan.

Baca Juga: 7 Fakta Kasus Cinta Segitiga Berujung Maut, Pria di Karawang Dibunuh Pasutri yang Sedang Tahap Cerai

Setelah berjalan, tambah Hudha, pihaknya mulai menambah sejumlah menu lainnya yang tak kalah favorit, seperti cumi cabai hijau, nasi goreng ayam kampung, dan nasi goreng kambing.

"Menu kita tidak banyak, sehingga semua pelanggan punya favoritnya masing-masing. Bahkan ada menu mingguan juga di sini yang berganti setiap Jumat. Jadi menu itu adanya Jumat-Kamis di pekan berikutnya," jelasnya.

Ia mengaku, jika menu mingguan tak memiliki pola pergantian khusus. Semuanya disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan saat itu.

"Menu buat di rumah juga ini tuh sebenarnya. Tak ada pola dan rumus pergantian menunya. Tergantung minggu ini mau makan apa, ya kita bikin saja sekalian dijual," bebernya.

Alhasil, menu mingguan ini justru menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung Imah Babaturan.

Baca Juga: Langgar Aturan, 6.678 Link Marketplace Jual Minyakita Di-Take Down Kemendag

"Ini juga untuk menyiasati menu reguler yang tidak banyak tadi karena dapur kita kecil. Sehingga orang bisa makan menu yang lain ketika datang ke sini selain menu reguler. Biar tidak bosan dan selalu punya alasan untuk datang," ujar Anggia.

Delapan tahun berdiri, Imah Babaturan telah mempekerjakan 20 orang karyawan. Ini pun menjadi hal unik dari Imah Babaturan. Tak seperti waiters di tempat makan lain, penampilan karyawan di sini tergolong nyentrik.

Hudha menuturkan, jika memang ia dan sang istri tak pernah melihat background dari para karyawan yang melamar. Utamanya hanya dua, yang penting jujur dan mau bekerja keras.

"Teman-teman yang membantu kita ini dulunya rada badung. Kebanyakan anak jalanan, tidak sekolah, anak band yang badung. Ketika kita menerima mereka di sini, syaratnya memang cuma dua: mau kerja dan jujur," terangnya.

Baca Juga: Marak Isu Penculikan Anak, Pemkot Bandung Terapkan Sederet Upaya Antisipasi ini

"Kalau sengaja di konsep seperti ini sih tidak. Mungkin memang belum banyak tempat yang bisa menerima anak-anak seperti ini, sehingga mereka kesulitan untuk bekerja. Kami salah satunya yang bisa menerima mereka apa adanya," imbuhnya.

Namun, ada salah satu kendala yang sampai saat ini dialami para pengunjung, yakni parkiran. Terutama bagi pengemudi mobil.

"Akhirnya kami berpikir, apa solusi dari permasalahan ini. Buat teman-teman yang datang ke Imah Babaturan dan parkir di Baltos, silakan perlihatkan tiket parkirnya ke kasir. Nanti dapat minuman gratis dari kita," katanya.***

Editor: Indra Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler