Soal Gugatan RCTI ke MK, ATSDI Jelaskan Perbedaan Sistem Pemancar Media Digital dan Media Penyiaran

- 29 Agustus 2020, 22:19 WIB
Ilustrasi nonton televisi.**
Ilustrasi nonton televisi.** /Dok PRFM.



PRFMNEWS
– Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) turut angkat bicara soal langkah RCTI dan iNews TV yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) perihal Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002.

Dalam gugatan tersebut, RCTI dan iNews TV mengajukan judicial review terkait definisi penyiaran konvensional dan mengaikatnya dengan penyelenggara penyiaran over the top (OTT) yang menggunakan internet, seperti YouTube dan Netflix.

Ketua Umum ATSDI Eris Munandar menilai, permohonan judicial review yang diajukan RCTI dan iNews TV akan mudah ditolak karena sistem pemancar media digital dan media penyiaran sangat berbeda. 

Ia menjelaskan, siaran televisi merupakan sebuah siaran yang menggunakan spektrum frkuensi sedangkan media digital seperti YouTube, Instragram, Facebook dan lain sebagainya menggunakan data atau internet. 

Baca Juga: Hingga 29 Agustus, Total Kasus Sembuh Covid-19 di Kota Bandung Capai 855 Orang

“Perbedannya, karakteristik layanan utama OTT (media digital) merupakan layanan yang dapat diakses oleh pengguna layanan melalui jaringan telekomunikasi internet. Untuk karakteristik penyiaran, yakni layanan pemancaran dan penerimaa siaran yang membutuhkan kegiatan yang dinamakan pemancaran perluasan konten oleh lembaga penyiaran,” urai Eris saat saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Sabtu 29 Agustus 2020.

Lebih lanjut, konten yang disiarkan oleh media digital tidak bisa dikategorikan sebagai kegiatan karena sifat pelayanan yang berbeda dengan media penyiaran.

“Walaupun konten OTT maupun konten penyiaran ini sama-sama dalam bentuk audio visual, tidak bisa serta merta dikategorikan sebagai kegiatan penyiaran. Karena penyelenggara penyiaran adalah pushed service. Sedangkan OTT adalah full service karena pemirsa bisa memilih sendiri layanan,” imbuh Eris.

Baca Juga: Waspada Penipuan via WhatsApp, Pelaku Gunakan Nomor Telepon Orang yang Kita Kenal

Selain itu, produk hukum yang diterapkan jika sebuah konten tayangan melanggar aturan juga berbeda bagi media digital maupun media penyiaran.

“Konten itu bersifat netral. Misalnya ketika film ditayangkan di televisi, maka akan bersentuhan dengan Undang-undang Penyiaran. Sedangkan kalau konten-konten pada layanan OTT ada hubungan dengan pornografi, maka bisa kena Undang-undang Pornografi. Kalau ada konten yang berhubungan dengan aksi terorisme, maka bisa dijerat dengan Undang-undang Terorisme,” tandas Eris.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x