Jika Menerima Kiriman dari Order Fiktif, Menurut Hukum Konsumen Bisa Menolaknya

- 2 Juni 2020, 19:25 WIB
Tampilan GoBils pada aplikasi Gojek.
Tampilan GoBils pada aplikasi Gojek. /dok.PRFM

BANDUNG,(PRFM) - Kejadian order fiktif ojek online (ojol) beberapa kali terjadi di Indonesia. Dalam beberapa kasus, konsumen menjadi korban.

Konsumen menerima makanan yang ia sendiri tidak memesannya. Kemudian, ia harus membayar makanan tersebut.

Menanggapi kasus tersebut, Ketua Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jabar DKI Banten Firman Turmantara mengatakan, jika mengacu pada ketentuan hukum, penerima bisa menolak pesanan tersebut.

Karena berdasarkan pasal 1320 KUH perdata, terdapat syarat sah perjanjian jual beli, yang salah satunya adalah harus ada kata 'sepakat' antara penjual dan pembeli.

"Harus ada kata 'sepakat'. Dalam kasus ini (order fiktif) ga ada dalam perjanjian jual beli antara konsumen dengan pembeli, karena dia sendiri (konsumen) tidak memesannya," kata Firman saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Selasa (2/6/2020).

Baca Juga: Waduh! Warga Bandung Ini Jadi Korban 'Teror' Go-Food

Firman menambahkan, jika kejadiannya memesan makanan untuk orang lain harus dilakukan kroscek.

"Begitu menerima makanan harus kroscek dari siapa, data itu ada di pihak driver. Kalau tidak, secara yuridis maupun sosiologis penerima bisa menolak. Ini bisa menjadi dasar kuat untuk menolaknya kalau kita menerima makanan, padahal kita tidak pesan," katanya.

Baca Juga: Ema Tinjau Kesiapan Protokol Kesehatan di BIP, Jika Nantinya Dibuka Kembali

Syarat lainnya ia melanjutkan, mesti ada kausal halal yang tidak boleh melanggar undang-undang.

Berkaitan dengan konsumen, ada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

"Kaitan dengan UU 8/1999 bertentangan ga dengan itu. Disini (kasus order fiktif) bertentangan dengan pasal 4 tentang hak konsumen, karena konsumen tidak pernah memesan atau beli makanan," kata Firman.

Baca Juga: Lakukan Pembatalan Pemberangkatan Haji 2020 Sepihak, Anggota DPR: Menag ‘Offside’

Dari sisi aturan ini, penerima atau konsumen berhak atau punya dasar untuk menolak kiriman.

"Kalau tidak selesai, bisa sampaikan penyelesaian ke BPSK. Nanti majelis akan meneliti berdasarkan undang-undang perlindungan konsumen, dan UU generalis KUH perdata, bisa diberlakukan pasal 1320 tentang syarat sah perjanjian atau pasal 1365 tentang perbuatan lawan hukum. Kalau ada pemaksaan bisa dikenakan itu," tandasnya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x