Kementerian Agama: Rumah Ibadah di Zona Aman Corona Boleh Buka

30 Mei 2020, 16:48 WIB
Suasana salat zuhur di Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (18/03/2020).*** /

BANDUNG, (PRFM) - Kementerian Agama menerbitkan surat edaran tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah Dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Masa Pandemi, Sabtu (30/5/2020).

Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan, surat edaran ini diterbitkan sebagai respon atas kerinduan umat beragama untuk kembali melaksanakan ibadah di rumah ibadah masing-masing dengan tetap menaati protokol kesehatan, terutama dalam rangka pencegahan persebaran Covid-19 dan perlindungan masyarakat dari risiko ancaman serta dampaknya. 

“Rumah ibadah harus menjadi contoh terbaik pencegahan persebaran Covid-19,” terang Fachrul Razi di Graha BNPB, Jakarta, Sabtu (30/5/2020).

Baca Juga: Diduga Terlibat Kasus Pajak, Diego Costa Terancam Penjara 6 Bulan

Baca Juga: Pantai Pangandaran Dibuka Pada 5 Juni, Pengunjung Wajib Tunjukan Surat Keterangan Rapid Test

Menurutnya, surat edaran ini mencakup panduan pelaksanaan kegiatan keagamaan di rumah ibadah pada masa pandemi, yang lazimnya dilaksanakan secara berjamaah atau kolektif.

Surat edaran ini mengatur kegiatan keagamaan inti dan kegiatan keagamaan sosial di rumah ibadah, berdasarkan situasi riil terhadap pandemi Covid-19 di lingkungan rumah ibadah tersebut, bukan hanya berdasarkan status Zona yang berlaku di daerah. 

“Meskipun daerah berstatus Zona Kuning, namun bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan Covid-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah/kolektif,” tegas Fachrul Razi. 

Lebih lanjut, rumah ibadah yang dipersilakan untuk menyelenggarakan kegiatan berjamaah atau kolektif adalah yang berdasarkan fakta lapangan serta angka metrik krusial mewakili berapa banyak orang yang rata-rata terinfeksi oleh virus (R-Naught) yang berada di kawasan atau lingkungan yang aman dari Covid-19.  

Hal itu ditunjukkan dengan Surat Keterangan Rumah Ibadah Aman Covid dari Ketua Gugus Tugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan sesuai tingkatan rumah ibadah dimaksud, setelah berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah setempat bersama Majelis-majelis Agama dan instansi terkait di daerah masing-masing. 

Baca Juga: Cek Poin PSBB di Kota Bandung Ditiadakan

Baca Juga: Pemkab Bandung Perpanjang PSBB untuk 5 Kecamatan, Cek Poin Tetap Ada

“Surat Keterangan akan dicabut bila dalam perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan,” jelas Fachrul Razi.

Untuk mendapatkan surat keterangan bahwa kawasan/lingkungan rumah ibadahnya aman dari Covid-19, kata Fachrul Razi, pengurus rumah ibadah dapat mengajukan permohonan surat keterangan secara berjenjang kepada Ketua Gugus Kecamatan/ Kabupaten/Kota/Provinsi sesuai tingkatan rumah ibadahnya.

Adapun rumah ibadah yang berkapasitas daya tampung besar dan mayoritas jemaah atau penggunanya dari luar kawasan/lingkungannya, pengurus dapat mengajukan surat keterangan aman Covid-19 langsung kepada pimpinan daerah sesuai tingkatan rumah ibadah tersebut.

Surat edaran tentang rumah ibadah ini juga mengatur kewajiban pengurus atau penanggungjawab rumah ibadah. Ada 11 kewajiban yang diatur, yaitu:

a. Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah;
b. Melakukan pembersihan dan disinfeksi secara berkala di area rumah ibadah;
c. Membatasi jumlah pintu/jalur keluar masuk rumah ibadah guna memudahkan penerapan dan pengawasan protokol kesehatan;
d. Menyediakan fasilitas cuci tangan/sabun/hand sanitizer di pintu masuk dan pintu keluar rumah ibadah;
e. Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna rumah ibadah. Jika ditemukan pengguna rumah ibadah dengan suhu > 37,5°C (2 kali pemeriksaan dengan jarak 5 menit), tidak diperkenankan memasuki area rumah ibadah;
f. Menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai/kursi, minimal jarak 1 meter;
g. Melakukan pengaturan jumlah jemaah/pengguna rumah ibadah yang berkumpul dalam waktu bersamaan, untuk memudahkan pembatasan jaga jarak; 
h. Mempersingkat waktu pelaksanaan ibadah tanpa mengurangi ketentuan kesempurnaan beribadah;
i. Memasang imbauan penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah pada tempat-tempat yang mudah terlihat;
j. Membuat surat pernyataan kesiapan menerapkan protokol kesehatan yang telah ditentukan; dan
k. Memberlakukan penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi jemaah tamu yang datang dari luar lingkungan rumah ibadah.

Baca Juga: KJRI Chicago: WNI Aman di Tengah Status Darurat Akibat Kerusuhan di Minneapolis

Baca Juga: New Normal, Angkutan Transportasi Didorong Manfaatkan ‘Cashless’

Selain itu, surat edaran ini ini juga mengatur kewajiban masyarakat yang akan melaksanakan ibadah di rumah ibadah. Ada sembilan poin, yaitu:

a. Jemaah dalam kondisi sehat;
b. Meyakini bahwa rumah ibadah yang digunakan telah memiliki Surat Keterangan aman Covid-19 dari pihak yang berwenang;
c. Menggunakan masker/masker wajah sejak keluar rumah dan selama berada di area rumah ibadah;
d. Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer;
e. Menghindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan;
f. Menjaga jarak antar jemaah minimal 1 (satu) meter;
g. Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di area rumah ibadah, selain untuk kepentingan ibadah yang wajib;
h. Melarang beribadah di rumah ibadah bagi anak-anak dan warga lanjut usia yang rentan tertular penyakit, serta orang dengan sakit bawaan yang berisiko tinggi terhadap Covid-19;
i. Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan di rumah ibadah sesuai dengan ketentuan.

Jika rumah ibadah akan digunakan untuk kegiatan  sosial keagamaan, seperti akad pernikahan/perkawinan, maka selain tetap mengacu pada ketentuan di atas, aturan berikut harus juga dipatuhi:

a. Memastikan semua peserta yang hadir dalam kondisi sehat dan negatif Covid-19;
b. Membatasi jumlah peserta yang hadir maksimal  20% (dua puluh persen) dari kapasitas ruang dan tidak boleh lebih dari 30 orang; dan
c. Pertemuan dilaksanakan dengan waktu seefisien mungkin.

"Hal-hal yang belum diatur dalam panduan ini, akan diatur secara khusus oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Majelis-majelis Agama terkait. Panduan ini akan dievalusi sesuai dengan perkembangan pandemi Covid-19,” tandas Fachrul Razi.

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Sumber: Kemenag

Tags

Terkini

Terpopuler