Aktivis Hukum Ini Sebut Amar Putusan MK Terkait UU Cipta Kerja Sebabkan Ketidakpastian

28 November 2021, 17:45 WIB
Pemerintah menghormati dan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Uji Formil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Foto Ilustrasi: Pixabay/Qimono) /

PRFMNEWS - Direktur Eksekutif Aktivis Hukum Milenial Goldy Christian menilai amar putusan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang (UU) Cipta Kerja )(Omnibus Law) menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap suatu putusan yang bersifat tetap mengikat.

Pada proses terciptanya UU Cipta Kerja, lanjut Goldy, memang sudah menuai polemik dan sudah menyalahi aturan baik dari syarat formilnya maupun materilnya.

“Perwakilan masyarakat, publik ataupun akdemisi tidak sepenuhnya juga dilibatkan untuk menciptakan Undang-Undang tersebut, bahkan undang-undang ini dibentuk juga penuh sarat kepentingan baik dari para pengusaha maupun investor,” ucapnya ketika dihubungi Redaksi Radio PRFM, Minggu 28 November 2021.

Baca Juga: Banyak Usaha Kecil Pakai Nama Ridwan Kamil, Gubernur Jabar: Apa Arti Sebuah Nama?

Menurut Goldy, amar putusan MK Terkait UU Cipta Kerja tersebut seakan ingin memberikan ruang untuk mengakomodir beberapa pihak yang mempunyai kepentingan. Sehingga putusan tersebut menimbulkan inkonsistensi putusan, ketidakpastian hukum yang mengakibatkan permasalahan hukum yang baru.

"Inkonsistensi dan ketidakpastian hukum tersebut dapat kita lihat dengan diberikannya masa waktu 2 tahun perbaikan UU Cipta Kerja tersebut dan jika dalam jangka waktu tersebut tidak diperbaiki maka UU Cipta Kerja secara permanen inkonstitusional atau bertentangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945," paparnya.

Diungkapkan Goldy, hal menjadi ruang ketidakpastian hukum terhadap putusan tersebut adalah masih berlakunya Undang-Undang tersebut sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan dengan tenggang waktu paling lama dua tahun sejak putusan dengan alasan sudah banyak diterbitkan aturan pelaksanaan dan telah pula diimplementasikan. Hal ini menjadikan putusan tersebut ambigu.

Agar tak terjadi inkonsistensi ataupun ketidakpastian terhadap putusan, MK seharusnya tegas membatalkan Undang-Undang tersebut agar nantinya tidak multi tafsir dengan adanya kekosongan hukum terhadap putusan tersebut. Sehingga objek formil dan materil yang di uji mendapatkan kepastian hukum.

Baca Juga: 3 Kebiasaan yang Bisa Bikin otot jadi Kuat, Salahsatunya Sangat Mudah Dilakukan

Dari 12 putusan yang dibacakan, MK menyatakan 10 putusan, di antaranya “kehilangan objek” karena Putusan MK sudah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional).

"Catatan kritisnya objek mana yang hilang dan meskipun inskontitusional, MK masih memberlakukan UU tersebut selama 2 tahun sehingga isi UU tersebut tetap berlaku dan digunakan oleh berbagai pihak yang berkepintangan," kata Goldy.

Di sisi lain Goldy berpendapat bahwa dengan inkonsistensi putusan tersebut, MK membatasi hak warga negara dengan menghalangi hak konstitusional yang akan mengajukan uji materil terhadap muatan UU Cipta Kerja tersebut.

“Putusan hakim MK tersebut memang sangat menarik untuk dikritisi dikarenakan baru kali ini adanya yurisprudensi hakim MK yang membatalkan UU yang bertentangan UUD 1945, tetapi memberikan syarat untuk diperbaiki yang mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum dan rahasia umum bahwa putusan hakim MK selalu memberikan kepastian hukum, yang mana seperti kita ketahui seyognya putusan hakim itu harus mengikat dengan kepastian hukum agar bermanfaat dengan baik bagi warga negara untuk terciptanya keadilan,” urainya.

Baca Juga: Sembilan Kecamatan di Kota Bandung Nol Kasus Covid-19, Ini Daftar Lengkapnya

Sementara itu Founder Aktivis Hukum Milenial, David Sitorus mengapresiasi apa yang telah diputuskan oleh hakim MK sudah final dan berkekuatan hukum tetap dan tetap dihormati. Tetapi, kata dia, tetap tidak lupa untuk mengkritisi apa yang telah menjadi yurisprudensi dari putusan tersebut.

“Hal yang perlu dilakukan oleh Eksekutif dan Legislatif adalah untuk segera melakukan perubahan terhadap UU Cipta Kerja tersebut yang pada saat proses pembentukannya menggunakan konsep omnibus law, agar nantinya substansi materil UU tersebut betul-betul baku dan betul-betul diperbaiki,” paparnya.

"Materi UU Cipta Kerja juga nantinya haruslah mengedepankan asas kepentingan umum dan bukan berpihak pada kepentingan orang tertentu ataupun para pengusaha, investor maupun investasi demi kedaulatan rakyat," tambah David.***

Editor: Indra Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler