Bertemu Sabil, Dedi Mulyadi Beberkan Perbedaan Penggunaan Kata Sunda ‘Maneh’ Masa Dulu dan Sekarang

20 Maret 2023, 19:30 WIB
Komentar 'Maneh' di akun Instagram Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang berbuntut panjang.* /Tangkapan layar/Instagram/

PRFMNEWS – Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menemui mantan guru honorer di SMK Telkom Sekar Kemuning, Kota Cirebon yang viral karena berkomentar ‘maneh’ di Instagram (IG) Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

M. Sabil Fadhillah, mantan guru SMK tersebut ditemui Dedi Mulyadi di Cirebon salah satunya untuk menawarkan pekerjaan kepadanya usai dipecat oleh yayasan setelah berkomentar ‘maneh’ di IG Ridwan Kamil.

Dalam pertemuannya dengan Sabil, Dedi Mulyadi juga membahas soal perbedaan penggunaan kata ‘maneh’ yang pada tempo dulu dan sekarang.

Baca Juga: Guru SMK Cirebon yang Dipecat Usai Komen di IG Ridwan Kamil Dikasih Kerjaan Baru dari Dedi Mulyadi

Menurut Dedi Mulyadi, awalnya Sunda yang berpatokan pada Pajajaran tidak mengenal istilah undak usuk basa atau tata krama dan aturan dalam berucap sesuai kepada siapa lawan bicara kita.

Stratifikasi di Sunda itu saamparan, sajajaran, tidak ada tingkatan manusia semua sama. Orang Sunda itu hidup dalam kesetaraan,” ucap Dedi Mulyadi.

Seiring berjalan waktu, lanjut Kang Dedi, masuklah era Sunda Priangan yang mendapat pengaruh stratifikasi manusia seperti menak atau anak ningrat.

Baca Juga: Sebelum Komen ‘Maneh’ di IG Ridwan Kamil, Sabil Guru SMK Cirebon Pernah 2 Kali Dapat SP dari Sekolah

Hingga muncul sebutan atau bahasa untuk diucapkan kepada yang lebih tua, lebih muda, sebaya, kepada pimpinan dan sebagainya yang dikenal sebagai undak usuk basa tadi.

Meski demikian, Kang Dedi berpandangan bahwa pengucapan bahasa tergantung dari hati personal yang berucap maupun pendengarnya.

“Jadi kalau bahasanya halus tapi hatinya benci ya tetap saja nyelekit, kalau bahasanya dianggap kasar tapi akrab ya itu candaan,” ujarnya.

Baca Juga: Bupati Bandung Sebut Ridwan Kamil Setujui Pembangunan 2 Infrastruktur Pengurai Macet di 2023

Bahkan Kang Dedi mengungkap, kata ‘maneh’ bisa diartikan sebagai panggilan akrab dan penuh cinta.

Sebelum mengenal kata ‘sayang’ seperti sekarang, orangtua zaman dulu menggunakan ‘maneh’ untuk panggilan sayang pada pasangannya.

“Makanya dulu ada penulis lagu Sunda judulnya ‘Potret Manehna’ ciptaan Nano S itu terkenal tahun 87an. Mungkin bagi orang yang tidak tahu latar belakang seperti ini, orang Priangan, bisa jadi kalimat itu tidak sopan,” bebernya.

Baca Juga: Sekitar 8 Ribu Jemaah Haji Asal Jabar Akan Berangkat ke Tanah Suci Melalui BIJB Kertajati

Dia pun mencontohkan pengalaman pribadinya sebagai bupati yang pernah dianggap tidak etis secara birokrasi, sebab ia lebih memilih disebut ‘akang’ dibanding ‘bapak’.

“Waktu itu diprotes dianggap tidak mengerti etika birokrasi, ke sini-sini begitu sebutan akang laku, kakek-kakek mau nyalon (jadi pejabat) maunya disebut akang,” terangnya.

Sementara itu, Sabil mengaku bahwa sebutan ‘maneh’ dalam komentarnya di salah satu unggahan Ridwan Kamil ditujukan sebagai sebuah panggilan akrab. Karena ia menilai orang yang dikomentari adalah sosok friendly.

Baca Juga: TNI Perlihatkan Keunggulan Padi yang Ditanam dengan Pupuk BIOS 44 DC yang Baru Dipanen di Cicalengka

“Beberapa kali juga pernah ketemu dengan beliau. Saya memandang beliau sosok yang akrab, lebih ke friendly,” akunya.

Ia tak menyangka komentar kritikan tersebut akan viral hingga menjadi komentar yang ditandai oleh Gubernur Jabar. Sebab ia mengaku sudah sering berkomentar tapi baru kali ini menjadi viral.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Tags

Terkini

Terpopuler