Hati-hati! BMKG Ingatkan Gempa Dahsyat Turki Bisa Terjadi di Indonesia

26 Februari 2023, 10:00 WIB
Kepala BMKG Dwikorita /BMKG/

PRFMNEWS - Gempa di Turki dan Suriah terus memakan korban. Berdasarkan data per Jumat, 24 Februari 2022, sudah ada 50 ribu orang yang tewas akibat bencana itu.

Mengutip Reuters, sebanyak 44.218 orang meninggal dunia dalam gempa di turki, sedangkan di Suriah mencapai 5.914. Dengan begitu, jumlah korban tewas telah melewati 50 ribu orang.

Selain itu, lebih dari 160.000 bangunan berisi 520.000 apartemen runtuh atau rusak parah akibat gempa bumi 6 Februari yang menewaskan puluhan ribu orang di Turki dan negara tetangga Suriah.

Baca Juga: Gempa Susulan 6,4M Kembali Melanda Turki, Sedikitnya 3 Orang Tewas dan Ratusan Orang Cedera

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan bahwa gempa dahsyat yang telah meluluhlantakkan Turki itu juga bisa berpotensi terjadi di Indonesia.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa gempa dahsyat di Turki dan Suriah dengan magnitudo 7.8, 6.7, 7.5, serta 6.8 baru-baru ini memberikan peringatan bagi Indonesia. Menurut BMKG, Indonesia memiliki potensi gempa dahsyat yang sama dengan Turki.

Secara geologis Turki cukup rumit sehingga mendorong terjadinya berbagai peristiwa gempa bumi. Kerjasama untuk kolaborasi penelitian, pemahaman, dan penerapan hasil peningkatan pengetahuan diperlukan untuk menghindari dampak bencana gempa tersebut.

Baca Juga: Bantuan dari Pemerintah Indonesia untuk Turki Telah Tiba di Andana

"Gempa Turki menjadi pengingat bagi kita yang ada di Indonesia, yang juga merupakan wilayah yang rawan terhadap gempa yang dipicu sesar aktif terlebih gempa yang bersifat merusak akibat pusat gempa berada di permukaan yang dangkal," jelas Dwikorita seperti yang dikutip PRFMNEWS dari rilis BMKG, pada , Sabtu 25 Februari 2023.

"Gempa bumi di Turki Magnitudo Momen (Mw) 7,8 sanggup memecahkan seluruh segmen sesar Anatolia Timur (6 segmen: Turkoglu, Golbasi, Yarpuzlu, Lakehazar, dan Gorzali) sepanjang 300 km," sambung Dwikorita.

Kajian yang komprehensif mengenai zona sesar geser di Indonesia meliputi Sesar Besar Sumatera, Sesar Palu Koro, Sesar Matano, Sesar Cimandiri, Sesar Opak, Sesar Gorontalo, Sesar Tarera Aiduna, Sesar Lembang, Sesar Yapen, dan lainnya diperlukan untuk khususnya sesar Gorontalo dan Opak yang terletak di daerah padat penduduk dan memerlukan perhatian lebih karena potensi gempa yang signifikan.

Baca Juga: Fakta-fakta Seputar Gempa Turki yang Menewaskan Ribuan Korban

Menurut Dwikorita yang menjadi penyebab umum keruntuhan bangunan akibat gempa bumi yaitu desain bangunan yang tidak konsisten, material dan kualitas yang kurang baik, perawatan yang tidak memadai, permintaan seismik terkadang terlalu tinggi karena beberapa faktor tertentu (ketidakteraturan struktural, massa yang tidak perlu), dan lain-lain.

Untuk itu, Dwikorita menyimpulkan bahwa kejadian ini harus menjadi pembelajaran penting bagi Indonesia. Berkaca dari sini, salah satu hal yang perlu dilakukan Indonesia adalah penguatan sistem mitigasi gempabumi.

Di antaranya dengan Penguatan, Pengembangan Studi, Kajian, Riset dan Teknologi. Lalu, Penguatan Sistem Monitoring Kegempaan secara Kontinu dan Komprehensif, serta pemutakhiran dan pengembangan Peta Bahaya Gempabumi (Seismic Hazard Map).

Tidak hanya itu, Dwikorita menilai Indonesia juga perlu melakukan penguatan Kajian Getaran Tanah (Ground Motion), Memperhatikan Konstruksi Bangunan Tahan Gempa dengan Building Code, Penegakan Peraturan Pendukung Sistem Mitigasi Gempabumi, serta Edukasi, Literasi, Advokasi secara inklusif dan berkelanjutan.***

 
Editor: Rizky Perdana

Tags

Terkini

Terpopuler