Sebelum Istilah Kasus Corona Diganti, Pemerintah Seharusnya Adakan Riset Pemahaman Masyarakat

15 Juli 2020, 18:56 WIB
Menteri Kesehatan Terawan Agus Purtanto.* /Dok. Setkab

PRFMNEWS - Kementerian Kesehatan menganti istilah penanganan Covid-19. Istilah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG) dan Kasus Konfirmasi ke depannya akan diganti menjadi kasus suspek, kasus probable, kemudian definisi kontak erat, pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi dan kematian.

Baca Juga: Update 15 Juli 2020, Positif Covid-19 di Indonesia Bertambah 1.522 Kasus

Baca Juga: Update Penanganan Covid-19 di Kabupaten Bandung, Rabu 15 Juli 2020

Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjajaran (Unpad) Dadang Rahmat Hidayat mengatakan, pemerintah seharusnya mengadakan audit terlebih dahulu untuk mengukur tingkat pemahaman masyarakat terhadap istilah penanganan Covid-19 sebelumnya.

"Untuk mengubah istilah ini perlu dilakukan semacam riset, kalau perlu test the water, apakah itu diterima atau tidak. Kalau diterima, ya lakukan. Menurut saya kalau perlu diaudit. Saya tidak tahu apakah sudah ada audit terhadap pemahaman masyarakat sebelumnya dengan istilah PDP ODP yang lalu," ujarnya saat on air di PRFM, Rabu (15/7/2020).

Dadang mengatakan, jika tidak ada dampak signifikan terhadap substansi yang ada, pemerintah disarankan untuk memakai istilah yang sudah ada sebelumnya. Hal ini dikarenakan mengubah istilah di masyarakat bukanlah hal yang mudah.

"Kalau istilahnya salah, ya harus diubah. Kalau kurang tepat, harus diperbaiki. Tapi kalau maksudnya sama, tidak berdampak secara signifikan terhadap substansi, ya pakai yang lama saja. Supaya tidak menimbulkan kesulitan," jelasnya.

Baca Juga: Meski Ditemukan Klaster Baru, Wilayah Kecamatan Cidadap Bebas Kasus Konfirmasi

Akademisi yang juga mantan Ketua KPI Pusat itu mengingatkan pemerintah agar tidak lagi salah memberikan pesan kepada masyarakat. Dirinya berkaca dari kejadian sebelumnya, dimana saat itu pemerintah mengatakan bahwa penggunaan masker hanya untuk orang yang sakit. Namun saat ini, pemerintah justru mengimbau seluruh masyarakat untuk selalu mengenakan masker.

"Dulu, masker hanya untuk yang sakit. Kemudian diubah sekarang malah semua harus pakai masker. Ini contoh pesan yang salah. Maka dari itu yang salah harus dibenarkan. Pesan yang salah menyebabkan efek yang salah juga pada penerima pesan," ucap Dadang.

Baca Juga: Gugus Tugas Covid-19 Kota Bandung Nyatakan 7 Kecamatan Telah Bebas Dari Kasus Konfirmasi

Jika memang istilah yang baru lebih tepat dan sesuai, lanjutnya, maka pemerintah harus terus menginformasikan kepada masyarakat secara masif. Cara yang bisa digunakan adalah dengan mengemas informasi istilah baru ini dengan media yang menarik, dan juga disiarkan secara rutin dalam jangka waktu yang panjang.

"Sebuah istilah itu bisa melekat kepada hati komunikan, audiens, atau masyarakat jika terus dilakukan. Jika frekuensinya tinggi, apalagi durasinya panjang, dan ditampilkan atau diceritakan dengan cukup menarik serta ditampilkan di berbagai media, itu (mengubah istilah-red) bisa saja," ujarnya.

"Ini jadi tantangan sendiri bagi kita semua, untuk terus kampanye kepada masyarakat. Mengubah istilah itu bukan hal yang mudah," pungkas Dadang.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Tags

Terkini

Terpopuler