BANDUNG, (PRFM) - Akademisi Administrasi Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) Alda Rifada menyatakan, pemerintah tidak bisa mengelak dari keputusan Mahmakan Agung terkait pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Sebab dalam perspektif hukum administrasi negara, keputusan MA mengenai hak uji materi (judicial review) suatu peraturan undang bersifat final dan mengikat.
Hal ini pun berlaku pada kasus uji materi Peraturan Presiden (Perpres) No. 75 Tentang perubahan atas Perpres No. 82 tentang Jaminan Kesehatan yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KCPDI).
Baca Juga: Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Ringankan Beban Pasien Cuci Darah
“Pemerintah harus tunduk dan menjalankan keputusan MA. Karena keputusan MA terkait judicial review itu bersifat final dan tidak ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan pemerintah, selain menjalankan keputusan yang sudah dikeluarkan MA,” tutur Alda saat On Air di Radio PRFM 107,5 News Channel, Selasa (10/3/2020).
Untuk itu, menurut Alda, pemerintah tidak punya pilihan selain menjalankan keputusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan melalui pengabulan uji materi terhadap Perpres No. 75 Tentang Jaminan Kesehatan.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, DPR Minta Pelayanan BPJS Harus Tetap Prima
Dengan demikian, pemerintah harus segera menghentikan penerapan Perpres No.75 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan menjalankan kembali penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional dengan acuan Perpres No. 82 Tentang Jaminan Kesehatan.
“Keputusan MA terkait judicial review, merupakan keputusan paling akhir dan mengikat. Tidak seperti dalam ranah hukum perdata atau pidana yang ada istilah banding,” tukasnya.