Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Ringankan Beban Pasien Cuci Darah

- 10 Maret 2020, 14:42 WIB
PULUHAN masyarakat mengantre pelayanan di loket BPJS Kesehatan Kota Cimahi. Mereka mengajukan berbagai jenis layanan, termasuk perubahan kelas kepesertaan.*
PULUHAN masyarakat mengantre pelayanan di loket BPJS Kesehatan Kota Cimahi. Mereka mengajukan berbagai jenis layanan, termasuk perubahan kelas kepesertaan.* /RIIRN NUR FEBRIANI/PR/


BANDUNG, (PRFM) - Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Perpres 75 Tahun 2019 tentang kenaikan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Seperti yang dipaparkan oleh Ketua Umum KPCDI Tony Samosir, kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sejak Januari 2020 menjadi beban berat bagi para pasien cuci darah.

Pasalnya pelayanan medis yang didapatkan hanya terbatas pada proses cuci darah. Tidak pada akses obatan-obatan yang harus dikonsumsi setelah melakukan cuci darah.

Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, DPR Minta Pelayanan BPJS Harus Tetap Prima

“Bagi pasien cuci darah, hak untuk berobat itu tidak didapat saat melakukan cuci darah. Jadi pasien cuci darah cenderung mengeluarkan biaya yang berlebihan. Dengan adanya beban kenaikan iuran BPJS, maka berdampak pada pasien cuci darah,” ungkap Tony saat On Air di Radio PRFM 107,5 News Channel, Senin (9/3/2020) malam.

Menurut Tony, beban biaya yang dikeluarkan para pasien cuci darah dibaratkan membayar pajak mobil mewah saat kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan resmi diterapkan sejak Januari lalu.

“Oke kita bisa bayar iuran BPJS tiap bulannya. Tapi dengan adanya kenaikan iuran, maka kami jadi tidak mampu untuk membeli obat-obatan untuk menunjang hidup kami,” bebernya.

Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Dibatalkan Naik, Pemerintah Harus Buat Anggaran Baru untuk Tutup Defisit BPJS Kesehatan

Seperti diberitakan, KPCDI melayangkan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) No. 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan terkait kenaikan iuran BPJS yang mencapai 100 persen ke Mahkamah Agung (MA) melalui kuasa hukum KPCDI Rusdianto Matulatuwa pada 5 Desember 2019 yang lalu.

KPCDI beralasan Perpres No. 75 Tahun 2019 yang diteken Presiden Jokowi dan diundangkan pada 24 Oktober ini bertentangan dengan UUD Tahun 1945; UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN); UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS); dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x