BRI Jadikan Digitalisasi Sebagai Senjata Utama Hadapi 2 Tantangan ini

14 Oktober 2021, 07:21 WIB
Holding Ultra Mikro (UMi) PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI bersama PT Pegadaian (Persero) dan PT PNM menjadikan digitalisasi sebagai senjata utama menghadapi Dua tantangan bisnis mikro dan ultra mikro. /Foto: Dok. BRI/

PRFMNEWS - Dalam mengahadapi tantangan dalam pengembangan bisnis mikro dan ultra mikro, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mengandalkan digitalisasi sebagai senjata utama.

Dalam pelaksanaan digitalisasi ini BRI turut menalankan bersama ini usaha baru Holding Ultra Mikro (UMi) bersama PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan ada dua tantangan utama dalam menangani bisnis mikro dan UMi, yaitu tingginya operational cost dan operational risk khususnya pada pelayanan nasabah yang dilakukan secara manual.

Namun dia meyakini digitalisasi akan mejadi senjata utama dalam menghadapi dua tantangan besar itu.

Baca Juga: Polisi yang Banting Mahasiswa di Tangerang Minta Maaf: Saya Siap Bertanggungjawab Atas Perbuatan Saya

“Digitalisasi bisa dijadikan senjata utama dalam menghadapi kedua tantangan tersebut. Melalui digitalisasi, tingginya operational cost dan operational risk yang lebih disebabkan karena human error akan lebih terkendali,” kata Sunarso.

Meskipun demikian, digitalisasi juga memiliki tantangan tersendiri dikarenakan banyaknya masyarakat di Indonesia yang masih belum melek digital. Oleh karena itu, transisi menuju masyarakat digital pun membutuhkan effort lebih.

Nantinya, perusahaan yang akan mendorong SDM agar lebih berperan di garis depan, yakni berinteraksi langsung dengan masyarakat sebagai penyuluh digital yang mengajari masyarakat secara digital.

Baca Juga: Kalahkan Taiwan, Indonesia Lolos ke Babak 8 Besar dengan Label Juara Grup A

BRI Siapkan Senjata Utama Untuk Hadapi Tantangan Bisnis Mikro dan Ultra Mikro

Terkait optimisme digitalisasi saat pandemi Covid-19, menurutnya justru kondisi pandemi ini mempercepat proses tersebut di tengah masyarakat, bahkan pandemi terbukti dapat menjadi akselerator proses digitalisasi. Sebagai contoh, penggunaan BRImo terus menunjukan peningkatan signifikan hingga mencapai 86,7% dari 11,7 juta pengguna per Juni 2021.

Sedangkan pengguna QRIS melalui BRI terdapat sekitar 1 juta merchant per September 2021 atau meningkat 700%. Sepanjang 2021 jumlah transaksi melalui e-channel BRI menembus 5,7 miliar.

Terkait dengan optimisme pertumbuhan kredit, pihaknya sangat optimistis karena di saat kredit (industri perbankan) yang hanya tumbuh kurang dari satu persen saat pandemi, di BRI kredit mikro mampu tumbuh 17 persen,” ujarnya menambahkan.

Baca Juga: Soal Insiden Mepet Baim Wong, Kakek Suhud Buka Suara

Seperti diketahui, dalam rangka pembentukan holding ultra mikro, BRI telah merampungkan aksi korporasi rights issue dengan nilai total Rp95,9 triliun. Adapun sebesar Rp54 triliun di antaranya berupa non cash berbentuk inbreng saham pemerintah di Pegadaian dan PNM. Selebihnya, Rp 41 triliun adalah dana tunai dari investor publik. Bahkan rights issue BRI ini pun mengalami oversubscribe sampai 1,53%.

Sunarso pun menjelaskan, dana segar yang digunakan untuk membiayai Holding UMi tersebut akan lebih diprioritaskan untuk pemberdayaan sekitar 14 juta pelaku usaha ultra mikro yang sama sekali belum mendapatkan kucuran dana pengembangan usaha.

Riset perseroan menunjukkan bahwa pada 2019 terdapat sekitar 46 juta pengusaha UMi di Tanah Air. Dari jumlah itu sekitar 20 juta sudah terlayani lembaga keuangan formal seperti Bank, BPR, koperasi simpan pinjam, dan fintech. Ada pula sekitar 26 juta pelaku usaha UMi yang belum terlayani Lembaga keungan formal. Bahkan terdapat 14 juta yang belum terlayani sema sekali.

Baca Juga: Warga Bandung Mau Buang Sampah Besar Seperti Kasur? Telepon Nomor Ini untuk Dijemput

“Maka fokus BRI diarahkan untuk mempercepat dalam memberikan layanan kepada yang belum disentuh lembaga keuangan formal yang sebanyak 14 juta. Selanjutnya, kami mengembangkan yang sudah dilayani rentenir atau yang pinjam ke kerabat dan lain-lain, untuk dapat dimasukan ke dalam sistem keuangan yang formal. Saya kira itu dulu yang paling penting yang menjadi prioritas dalam waktu dekat ini,” tuturnya.

Sedangkan terkait sebaran penyaluran dan pemberdayaan, pihaknya berkaca dari Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menurutnya yang menerima KUR paling banyak adalah di Jawa dan Bali serta sebagian Sumatra. Pihaknya akan melihat kepadatan penduduk dalam satu wilayah atau density dalam melakukan pemberdayaan dan penyaluran kredit.

“Di semua lini akan ada proses digitalisasi sehingga dapat menjangkau seluruh wilayah, mulai dari area perkotaan, sub urban yang juga sudah banyak digital minded, sehingga diharapkan dapat berjalan lebih cepat. Intinya pemerataan tetap kita lakukan dan sasarannya per 100 kepala keluarga berapa yang dapat sentuhan pembiayaan dari lembaga keuangan formal,” tutupnya***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Tags

Terkini

Terpopuler