Pengamat Tak Setuju Ada Relaksasi untuk Pusat Perbelanjaan Karena Itu Bukan Kebutuhan Utama

18 Mei 2020, 10:57 WIB
Kepala Disdagin Kota Bandung, Elly Wasilah (kebaya putih) saat mendatangi Metro Indah Mall, Kamis (16/4/2020) siang. /TOMMY RIYADI/PRFM.

BANDUNG,(PRFM) - Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tingkat Jawa Barat akan berakhir pada 19 Mei 2020 besok. Seiring berakhirnya PSBB, mencuat akan adanya relaksasi atau pelonggaran aktivitas bagi warga.

Bahkan, melalui relaksasi tersebut, pusat perbelanjaan seperti mendapat angin segar karena dinilai bisa kembali beroperasi.

Namun demikian, Wakil Ketua Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN) Kota Bandung sekaligus Pengamat Sistem Manajemen dan Kebijakan Publik, Okrti Mohammad Firdaus tak sepakat dengan adanya relaksasi.

Baca Juga: Jika Tak Masuk Zona Merah, Wagub Jabar Minta Bupati/Wali Kota Izinkan Warga Gelar Salat Idulfitri

"Saya dengan tegas menolak adanya relaksasi khususnya kalau kita bicara relaksasi di pusat perbelanjaan, mall, yang notabene lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan sekunder atau bahkan mungkin kebutuhan tersier," kata Oktri saat on air di Radio PRFM 107,5 News Channel, Senin (18/5/2020).

Oktri menambahkan, dirinya mengusulkan relaksasi mulai diberikan atau diberlakukan jika dalam kurun waktu 3 bulan sudah mulai terjadi penurunan kurva covid-19. Dengan demikian potensi penyebaran covid-19 dinilai jauh lebih kecil.

Selain itu, relaksasi pun tak boleh begitu saja diberikan. Harus ada perhitungan dan pertimbangan yang jelas.

Baca Juga: Kanit Lantas Polsek Bandung Kidul Akui Lalu Lintas Sepekan Terakhir Jadi Lebih Ramai

"Jangan sampai baru berkurang 1-2 hari atau berkurang 1-2 minggu itu sudah buat kebijakan (relaksasi) karena betul ada darurat ekonomi dan darurat medis kita laksanakan relaksasi," ungkapnya.

Menurutnya, jika ada relaksasi dengan diperbolehkannya pusat perbelanjaan beroperasi maka dikhawatirkan langsung akan ada kumpulan atau kerumunan massa. Hal tersebut tentunya dikhawatirkan menimbulkan penyebaran covid-19 dari orang tanpa gejala (OTG).

Selama ini, aturan PSBB diserahkan kepada pemerintah daerah setempat. Menurut Oktri, karena saat ini pandemi covid-19, maka seharusnya ada satu komando dari pemerintah pusat agar kebijakan di setiap daerah sama.

"Kalau bicara covid, kan vaksinnya saja masih dalam tahap ikhtiar, kemudian pola penyebarannya ini sangat cepat. Jadi kalau saya minta Indonesia dari Sabang sampai Merauke ya ditetapkan saja sebagai zona merah karena ini Indonesia, kalaupun mau lockdown atau PSBB ya satu pulau," tegasnya.

Baca Juga: Sebuah Toko Busana di Dayeuhkolot Ditutup Sementara, Kalau Mau Buka Lagi ini Syaratnya

Terkait mulai banyaknya warga yang beraktivitas normal, dengan ditemukannya kerumunan massa, Oktri menilai itu terpengaruhi aspek kejenuhan warga. Selama PSBB Bandung Raya dan dilanjutkan dengan PSBB Jawa Barat, membuat warga semakin jenuh diam di rumah. Maka dari itu warga akhirnya memberanikan diri untuk keluar rumah.

"Kan akses atau bentuk bangunan rumah yang ditinggali itu tidak terlalu besar rata-ratanya. Artinya pasti ruang gerak mereka terbatas, lalu kegiatannya itu-itu saja seperti work from home (WFH) atau apapun juga kan akan titik muncul kelelahan," terangnya.

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Tags

Terkini

Terpopuler