Survei P2G: Masih Banyak Orangtua yang Ragu Anaknya Disuntik Vaksin

- 11 Juli 2021, 17:05 WIB
ilustrasi vaksinasi anak
ilustrasi vaksinasi anak /Pixabay/

PRFMNEWS - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) sebagai salah satu organisasi guru tingkat nasional, baru saja melakukan Survei Nasional bertajuk “Sikap Orangtua Terhadap Vaksinasi Anak dan Pembelajaran Tatap Muka Juli 2021”.

Survei ini diselenggarakan pada 5 Juli hingga 8 Juli 2021 lalu dengan melibatkan 9.287 responden orangtua siswa di jenjang pendidikan, yakni SD/MI, SMP/MTs,  SMA/SMK/MA, dari 168 kota/kabupaten dan 34 provinsi seluruh Indonesia.

Teknik pengumpulan data melalui kuesioner semi tertutup (mixed) berbasis Web yang menggunakan aplikasi Google Form, disebarkan via aplikasi Whatsapp ke seluruh jaringan guru P2G.

Menggunakan teknik sampling acak sederhana (simple random sampling) yaitu teknik pengambilan sampel atau elemen secara acak, setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel, dengan margin of error 0,5 persen.

Hasil Survei ini menunjukan:

Baca Juga: Sudah Dapat Izin BPOM, 3 Juta Dosis Vaksin Moderna Tiba di Indonesia Hari Ini

1. Persetujuan Orangtua Terhadap Dimulainya Pembelajaran Tatap Muka Tahun Ajaran Baru Juli 2021, hasilnya: Sebanyak 43,9 persen Setuju sekolah dimulai PTM Juli 2021, 32,2 persen Ragu-ragu, 23,9 persen Tidak setuju.

2. Alasan Orangtua yang Setuju Pembelajaran Tatap Muka (TPM) atau Pembukaan Sekolah/Madrasah pada bulan Juli 2021, adalah: 41,3 persen anak jenuh/bosan berada di rumah, 24,7 persen anak hanya bermain game di rumah, 21,2 persen sinyal internet susah sekali di daerahnya, 9,3 persen orang tua tidak memiliki kompetensi pengajaran di rumah; 3,5 alasan lainnya.

Alasan orangtua umumnya bersifat psikologis, walaupun ada alasan lainnya seperti Selama PJJ guru hanya memberikan tugas saja, sekolah dinilai sudah siap PTM, sekolah sudah melakukan Uji Coba PTM, guru sudah divaksinasi, anak sudah kangen sekolah, anak tidak bersosialisasi dengan teman baru, anak malas-malasan belajar, dan orang tua pusing melihat anak main saja.

3. Alasan Orangtua yang ragu-ragu dan tidak setuju Pembelajaran Tatap Muka (TPM) atau Pembukaan Sekolah/Madrasah pada bulan Juli 2021 berjumlah 56,1 persen.

Berikut lima alasan tertinggi: 74,9 persen kasus Covid-19 semakin meningkat, 21,4 persensiswa belum tuntas divaksinasi, 17,1 persen sekolah/Madrasah berada di zona merah atau oranye, 7 persen sekolah belum siap memenuhi fasilitas pendukung protokol kesehatan, 2,7 persen guru Belum Tuntas divaksinasi.

Semua alasan orangtua ini sangat rasional dan relevan dengan kondisi pandemi akhir-akhir ini.

Baca Juga: TNI Polri Akan Dilibatkan dalam Pengawasan Pemakaman Jenazah Covid-19 di TPU Cikadut

4. Pengetahuan orangtua siswa terkait informasi bagaimana proses vaksinasi anak di sekolah atau daerah: Sebanyak 55,5 persen orang tua tidak mengetahui info vaksinasi anak di daerah/sekolahnya, 35,3 persen orang tua mengetahui info vaksinasi anak di daerah/sekolahnya, 9,2 persen orang tua ragu-ragu dengan informasi tersebut.

 

5. Persetujuan Orangtua Terhadap Vaksinasi Anaknya: Sebanyak 63,3 persen orang tua SETUJU anaknya divaksinasi, 23,5 persen orang tua TIDAK SETUJU anaknya divaksinasi, 13,2 persen orang tua RAGU-RAGU anaknya divaksinasi.

 

Dari hasil survei menunjukkan mayoritas orang tua SETUJU anaknya divaksinasi. Ini menandakan orangtua sadar akan peran dan upaya mereka untuk memperoleh kesehatan dan keselamatan, agar anaknya mendapatkan hak pendidikan nantinya.

Bagi orangtua yang tidak mengizinkan perlu edukasi & sosialisasi secara baik dan jelas oleh Pemerintah. Dan sekolah, seperti wali kelas punya peran yang sangat tinggi memengaruhi persepsi dan meyakinkan orang tua ini.

6. Alasan orang tua ragu-ragu dan tidak setuju vaksinasi anak berjumlah 36,7 persen, 5 alasan tertinggi adalah: Sebanyak 72,5 persen orang tua khawatir vaksinasi akan berdampak buruk pada anak setelah divaksinasi, 5,4 persen orang tua khawatir tujuan vaksinasi bukan untuk kesehatan, 5,2 persen anak memiliki penyakit, 4,2 persen orang tua khawatir vaksin tidak halal, 4 persen menurut orang tua vaksin belum teruji, 8,7 persen jawaban lainnya.

10 Rekomendasi P2G

Pertama, Perlu sosialisasi dan edukasi manfaat vaksinasi anak terhadap orang tua, yang dapat dilakukan oleh: Kemenkes, Kemendikbudristek, Kemenag, Pemda, Sekolah, Wali Kelas, dan Media Massa (misalnya melalui iklan layanan masyarakat agar menarik minat orang tua anaknya divaksinasi).

Pemerintah Indonesia Wajib menggandeng organisasi Komite Sekolah atau Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG).

Sosialisasi berisi informasi tentang: Bagaimana prosedur/teknis vaksinasi siswa, syaratnya, bagaimana cara pendaftarannya, dimana tempat vaksinasi, dan lainnya. Informasi tersebut harus disampaikan kepada orang tua secara jelas dan komprehensif.

Kedua, Meminta sekolah-sekolah proaktif berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan untuk penjadwalan vaksinasi siswa.

Baca Juga: Setelah PPKM Darurat Berakhir, Robert Siapkan Persib untuk Tampil Konsisten Sepanjang Musim

Sekolah dapat juga berinisiatif membangun kerja sama dengan organisasi Ikatan Alumni/Organisasi sosial masyarakat/BUMN/pihak swasta, menyelenggarakan vaksinasi gratis bagi anak secara mandiri.

Inisiatif vaksinasi mandiri oleh sekolah dapat menjadi solusi sederhana. Tentu tetap dalam pengawasan Pemda. Contoh: Beberapa sekolah swasta dan negeri di DKI Jakarta melakukan kerjasama inisiasi bersama dengan organisasi alumni, organisasi masyarakat, dan BUMN.

Ketiga, Sekolah yang menggelar PTM Terbatas dapat melibatkan siswanya untuk hadir di sekolah dengan syarat sudah divaksinasi.

Bagi siswa (orang tua) yang menolak vaksinasi, sementara akses mendapatkan vaksin sudah bisa diperoleh dan/atau sekolah sudah menyelenggarakan proses vaksinasi, maka siswa disarankan mengikuti pembelajaran dengan moda daring (PJJ) sebagai konsekuensi.

Keempat, Bagi P2G, minimal ada 4 indikator mutlak sekolah bisa dimulai tatap muka, yaitu: a. Tuntasnya vaksinasi guru, tenaga kependidikan, dan siswa;

b. Sekolah sudah memenuhi semua Daftar Periksa kesiapan sekolah tatap muka, yang berisi 11 item yang dilanjutkan oleh asesmen kelayakan oleh Pemda;

c. Pemetaan Pemerintah Daerah terkait sebaran Covid-19 di daerahnya, termasuk angka positivity rate harus di bawah 5% sesuai rekomendasi WHO, dan;

d. Izin dari orang tua siswa yang bersifat personal (bukan perwakilan organisasi Komite Sekolah)

Kelima, Bagi daerah yang berada di zona hijau dan memiliki banyak kendala PJJ Online (akses internet, listrik, kepemilikan gawai, dan sebagainya) maka direkomendasikan melaksanakan PTM Terbatas, dengan memenuhi syarat sesuai Buku Panduan Pembelajaran Tatap Muka yang dibuat Kemendikbudristek dan Kemenag.

Keenam, Kemendikbudristek, Kemenag, Kemenkes, dan Pemda mesti melakukan pemetaan, guru di sekolah dan daerah mana saja yang belum divaksinasi, yang belum vaksinasi tahap 1 atau tahap 2, maupun yang sudah.

Melalui pemetaan ini, Pemerintah tidak gegabah meminta sekolah dibuka. Sebab resikonya adalah keselamatan dan kesehatan warga satuan pendidikan dan keluarga mereka. Jika guru, tendik, dan siswa belum divaksinasi jangan coba-coba berani membuka sekolah.

Baca Juga: Terjadi Lagi Ledakan Corona di India, Dalam 24 Jam Terakhir Bertambah 41.506 Kasus

Ketujuh, Wajib bagi sekolah yang sudah siap PTM Terbatas, melaksanakan dan mematuhi Prokes mulai dari datangnya siswa sampai pulang, sekolah mesti membuat SOP.

Perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi dari Satgas Covid daerah. Sebab selama Uji Coba PTM sejak Januari - Juni 2021 lalu, P2G menemukan fakta banyak pelanggaran prokes hampir di tiap daerah di Aceh, Kepri, Padang, Bukittinggi, Padang Panjang, Berau, Tanjung Pinang, Kota Batam, Kab Bogor, Kota Bekasi, Kab, Blitar, Kab. Situbondo, Kab. Bima, dan lainnya.

Kedelapan, Perlu ada komitmen dan teladan dari guru terkait 5M. Sekolah juga mesti membuat perencanaan pembelajaran yang efektif dan tetap bermakna meskipun dalam aturan hanya dibolehkan 2 jam sehari dan 2 hari seminggu. Tentu skema pembelajaran seperti ini berpotensi tidak maksimal.

Maka penting agar sekolah membuat daftar pelajaran yang esensial untuk dibuat tatap muka 2 jam.

Untuk SMK misalnya lebih dipakai untuk praktik keterampilan di bengkel, bukan materi kognitif. Untuk SMP dan SMA tatap muka diberikan bagi pelajaran yang dinilai sulit oleh siswa.

Baca Juga: Kapolres Cimahi Bagikan 500 Paket Sembako untuk Masyarakat

Kesembilan, P2G Mendorong Kemendikbudristek, Kemenag, dan Pemda serta K/L lainnya mempercepat penyediaan infrastruktur pendukung pembelajaran “Blended Learning” (pembelajaran campuran) yang sangat bergantung kepada perangkat digital, sinyal internet, dan keterampilan guru.

Kesepuluh, P2G Meminta Kemendikbudristek menunda implementasi Kurikulum Baru Sekolah Penggerak di 2.500 sekolah seluruh Indonesia yang akan diimplementasikan mulai 12 Juli 2021. Karena beberapa alasan:

a. Persiapan Kemendikbudristek belum optimal, Buku teks Pelajaran Kurikulum Baru hingga 11 Juli 2021 juga belum ada, sedangkan 12 Juli sudah dimulai tahun ajaran baru;

b. perangkat pembelajaran Kurikulum Sekolah Penggerak belum tersedia lengkap;

c. pemahaman guru terhadap Kurikulum Baru ini masih minimalis dan masih meraba-raba; d. kondisi masih pandemi, pembelajaran tidak efektif banyak kendala, orang tua siswa baru pun belum mendapatkan sosialisasi dari Kemendikbudristek, Disdik, dan sekolah;

e. Ada kekhawatiran dari guru dan orang tua siswa jika Kurikulum Baru Sekolah Penggerak menjadi beban baru bagi anak.***

Editor: Indra Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x