Peta Rawan Bencana di Jabar Disusun Hingga Tingkat Desa

- 20 Januari 2021, 08:47 WIB
Ridwan Kamil saat meninjau longsor yang terjadi di Desa Cihanjuang, Sumedang, Minggu 10 Januari 2021. Nama Danramil Cimanggung juga tercatat sebagai korban bencana alam ini
Ridwan Kamil saat meninjau longsor yang terjadi di Desa Cihanjuang, Sumedang, Minggu 10 Januari 2021. Nama Danramil Cimanggung juga tercatat sebagai korban bencana alam ini /Dok Humas Jabar.

PRFMNEWS - Jawa Barat (Jabar) merupakan salah satu wilayah yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam cukup tinggi. Hal ini menyusul kondisi alam Jabar yang berbukit dan juga miliki garis pantai yang cukup panjang.

Oleh karenanya, semua jenis bencana alam mulai dari banjir, longsor, gempa bumi, hingga tsunami berpotensi terjadi di Jabar.

Dari 27 kabupaten/kota, 14 daerah masuk kategori risiko bencana tinggi dan 13 daerah berisiko bencana sedang. Artinya, tidak ada daerah di Jabar yang masuk kategori risiko bencana rendah.

Baca Juga: Permintaan Plasma Konvalesen di PMI Kota Bandung Meningkat

Dengan kondisi ini maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jabar mulai menyusun kajian risiko bencana dan peta rawan bencana hingga tingkat desa.

Kepala Pelaksana BPBD Jabar Dani Ramdan menyatakan, hal ini disusun agar masyarakat memahami kondisi kebencanaan di lingkungannya.

Setiap warga, kata Dani, harus memiliki pemahaman dan kesadaran agar tetap waspada terhadap potensi bencana di lingkungannya.

Baca Juga: CATAT ! BLT BPJS Ketenagakerjaan 2021 Rp2,4 Juta Bakal Cair ke Rekening Penerima dengan Syarat Ini

"Hanya gempa yang tidak bisa diprediksi kapan dan di mana terjadi. Tapi kalau banjir, kita lihat dari kondisi alam termasuk banjir rob karena air laut yang naik. Sedangkan, tsunami dan gempa tidak bisa diprediksi," kata Dani sebagaimana dikutip prfmnews.id dari laman resmi Humas Pemprov Jabar hari ini, Rabu 20 Januari 2021.

Setelah peta rawan bencana disusun, kata Dani, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana penanggulangan bencana (RPB) di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Dari RPB itu, rencana kontingensi jenis kebencanaan untuk setiap kabupaten/kota dapat disusun.

"Dari rencana dan peta rawan bencana itu, pemerintah desa bisa menyusun, misalnya jalur evakuasi manakala akan berpotensi bencana, tempat evakuasi atau pengungsian. Kalau itu sudah ditambah kesiapan personel dan peralatan bencana, maka bencana itu bisa kita hadapi," ucapnya.

Baca Juga: Yang Baru dari Indonesian Idol: Dari 13 Finalis Baru 7 Peserta Tampil, 6 Lagi Tampil Pekan Depan

"Ada yang bisa kita cegah, ada yang tidak bisa, seperti gempa. Tapi, kalau kita punya kesiapsiagaan, paling tidak bisa meminimalisasi dampak atau risiko," imbuhnya.

Kewaspadaan dan kesadaran masyarakat akan potensi bencana menjadi mutlak. Selain untuk mencegah terjadi bencana, dua hal tersebut dapat meminimalisasi potensi korban meninggal dunia dan kerugian harta benda.

Dani mengatakan, jika masyarakat sadar akan potensi bencana di lingkungan sekitarnya, maka mereka dapat melakukan mitigasi bencana. Contohnya dengan rutin memeriksa dan membersihkan saluran-saluran air di sekitarnya, supaya tidak tersumbat oleh sampah atau material lainnya. Memeriksa tebing-tebing, apakah vegetasinya atau tembok penahan tanahnya masih bagus.

Baca Juga: Alhamdulillah, Keterisian Tempat Tidur Pasien Covid-19 di Kota Bandung Menurun

Jika terjadi retakan di tanah atau di tembok penahan tersebut apalagi ada aliran air yang merembes, hal itu merupakan tanda bahwa bisa terjadi potensi longsoran yang berbahaya.

"Dalam kondisi demikian khususnya ketika terjadi hujan lebat, sebaiknya masyarakat yang bermukim di sekitar tebing seperti itu melakukan evakuasi ke tempat yang lebih aman," ucapnya.

"Hal yang sama bisa dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Jika tinggi muka air sungai sudah mencapai level yang membahayakan, segera lakukan evakuasi ke tempat yang lebih tinggi," imbuhnya.

Baca Juga: Berharap Banyak Warga Kota Bandung yang Ikut Vaksinasi, Yana: Vaksin Itu Bukan untuk Diri Sendiri

Dani pun menjelaskan bahwa dalam periode golden time yakni nol sampai tiga puluh menit saat terjadinya bencana, 34 persen faktor keselamatan dari bencana bersumber dari kesiapsiagaan individu yang terbentuk karena pengetahuan dan kemampuan yang bersangkutan dalam melakukan evakuasi.

Sedangkan, 31 persennya bersumber dari pertolongan orang-orang terdekat, yakni anggota keluarga yang juga memiliki pengetahuan dan rencana kontigensi yang dilatihkan jika terjadi bencana.

Kemudian, kata Dani, 17 persen faktor keselamatan lainnya bersumber dari pertolongan komunitas (tetangga se-RT/RW kalau dilingkungan tempat tinggal atau rekan sekantor/pabrik, dll kalau dilingkungan tempat kerja).

Baca Juga: Satgas Covid-19 Jabar Paparkan Faktor yang Hambat Pelaporan Kasus Corona

"Peran BPBD, Tim SAR dan petugas lainnya hanya menyumbang 1,8 persen saja, karena pada saat golden time mereka tidak berada persis di tempat bencana," katanya.

"Dengan demikian kesiapsagaan individu, keluarga dan komunitas mutlak diperlukan dalam membangun masyarakat yang berbudaya tangguh bencana," tambahnya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Sumber: Humas Jabar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x