PRFMNEWS - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Rakhman mengatakan, sejak adanya pandemi Covid-19, terutama di bulan Mei-Juni banyak industri tekstil di Indonesia, khususnya di Jawa Barat mengalami masalah keuangan.
Hal ini terjadi karena berkurangnya pemasukan dari penjualan, sementara pihaknya masih memiliki kewajiban untuk membayar upah dan segalam macam beban operasional lainnya.
Rizal mengatakan, industri tekstil mengandalkan dua segmen pasar, yaitu pasar domestik dan ekspor.
Untuk segmen domestik, beban industri tekstil Indonesia berat karena kalah saing dengan produk tekstil dari China.
"Segmen pasar domestik beban kita berat kaitan dengan banyaknya produk impor yang masuk ke pasar domestik terutama dari China. Kita lihat di pusat perbelanjaan tekstil rata-rata barang impor, otomatis produk lokal tergerus karena kalah harga," kata Rizal saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Minggu 22 November 2020.
Baca Juga: Asosiasi Pertekstilan Sebut Kenaikan UMK Menjadi Tambahan Beban di Masa Sulit
Baca Juga: Masih Ada Kesempatan, Begini Cara Daftar Online BLT UMKM Rp2,4 Juta Kota Bandung Tahap 2
Baca Juga: Jadwal Acara TV RCTI Hari Ini: Preman Pensiun Hingga Ikatan Cinta dan Audisi Indonesian Idol
Simak video pilihan berikut.
Sementara untuk segmen ekspor, Rizal mengatakan sejak sebagian besar negara Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Serikat melakukan lockdown, permintaan tekstil menjadi berkurang.
"Order ekspor turun drastis itu terjadi di Mei sampai Juni. Berangsur membaik di Juli, Agustus sampai September, tapi tidak drastis," katanya.
Oleh karena itu dia mengatakan bahwa naiknya upah minimum kabupaten/kota (UMK) terutama di beberapa daerah di Jabar, menambah beban industri tekstil.
"Semua sektor industri dalam kondisi sulit. Kenaikan UMK di 17 kota/kabupaten (di Jabar) memang menjadi tambahan beban di sektor industri, khususnya di tekstil," kata Rizal.***