Pasar Non Esensial di Bandung Capai Titik Nadir, APPSI: Transaksi Tinggal 10 Persen

- 30 Juli 2021, 16:50 WIB
Ilustrasi Mall
Ilustrasi Mall /Humas Bandung.

Perwal muncul dengan mengeneralisir bahwa pusat perbelanjaan dengan izin pusat perdagangan disamakan keberadaannya dengan mall sehingga harus tutup.

Baca Juga: Mendagri Tito Karnavian Sebut Pemerintah Harus jadi Motor Penyemangat Masyarakat saat Pandemi

Baca Juga: FAKTA ATAU HOAKS: Benarkah Pemegang Kartu Vaksinasi Covid-19 Dapat Bantuan Rp1 Juta?

Nandang menilai, pemerintah kota bisa saja mengubah peraturan tersebut karena merupakan kewenangan eksekutif.

Menurutnya pemerintah harus bisa membedakan antara keberadaan mall dengan pasar tradisional.

"Harus dibedakan antara mall dan pasar rakyat atau pasar tradisional, Mall itu meskipun ada pelaku usah ayang lain seperti UMKM mereka tidak beli tempat, mereka sewa jadi tenant-tenant. Kalau pasar itu alasannya karena itu sudah dibangun sudah megah, yang namanya pasar tradisional bukan anti modernisasi, kita itu harus modren untuk meningkatkan daya saing melalui revitalisasi," ujarnya.

Revitalisasi fisik, kata Nandang, merupakan hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing.

Baca Juga: Begini Kisah Kakek 64 Tahun yang Viral, Bersepeda 15 Km Ingin Ikut Vaksinasi

"Apa gara-gara itu (revitalisasi fisik) berubah nama jadi mall? Ya gak. karena di dalamnya ada budaya dan karakter pasar tradisional. kios dimiliki pedagang di beli, didalamnya ada transaksi tawar menawar," pungkasnya.***

Halaman:

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x