Pemerintah Bakal Tarik Pajak Impor Tas, Jam Tangan sampai Besi Hingga 40 Persen, Mulai 17 Oktober 2023

- 14 Oktober 2023, 16:00 WIB
Ilustrasi aktivitas ekspor impor
Ilustrasi aktivitas ekspor impor /freepik/tawatchai07

PRFMNEWS - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan untuk memungut pajak dari delapan jenis komoditas impor dengan memberlakukan tarif Most Favoured Nation (MFN).

Ketentuan ini ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman, sebagai perubahan dari PMK-199/PMK.010/2019. Beleid tersebut mulai berlaku sejak 17 Oktober 2023.

Mengutip dari ANTARA, Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan, “Pemberlakuan PMK 96 Tahun 2023 akan dimulai per tanggal 17 Oktober 2023.”

Baca Juga: Puluhan Warga Palestina Tewas dalam Serangan Darat Israel Saat Melarikan Diri ke Gaza Selatan

Tarif yang ditetapkan bervariasi mulai dari nol hingga 40 persen. Adapun delapan komoditas yang dimaksud antara lain: tas dengan pajak 15—20 persen, buku (0 persen), dan produk tekstil (5—25 persen). Kemudian, alas kaki/sepatu (5—30 persen), kosmetik (10—15 persen), besi dan baja (0—20 persen), sepeda (25—40 persen), serta jam tangan (10 persen).

Donny menerangkan, pengenaan tarif ini bertujuan untuk melindungi UMKM dan industri dalam negeri. Selain itu, PMK-96 diterbitkan sebagai tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengurangi impor barang konsumsi.

Bukan itu saja, penerbitan PMK-96 menurut Donny juga dilatarbelakangi oleh perkembangan bisnis pengiriman barang impor yang kian pesat melalui penyelenggara pos. Hal ini perlu diimbangi prosedur pelayanan dan pengawasan yang lebih maju dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Baca Juga: Upaya Penyelundupan Burung Cenderawasih Digagalkan Polisi di Pelabuhan Jayapura

Salah satu poin PMK-96 mengatur, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) diperlakukan sebagai importir atas barang kiriman hasil perdagangan tersebut.

Maka dari itu, skema kemitraan PPMSE dengan DJBC tidak lagi bersifat opsional, melainkan mandatory. Hal ini akan berdampak terhadap sistem pemberitahuan pabean dan penetapan nilai pabean barang hasil perdagangan yang sebelumnya official assessment menjadi self assessment.

Donny menjelaskan, untuk dapat menyelesaikan impor barang kiriman, PPMSE wajib menyampaikan e-catalog dan e-invoice atas barang kiriman. Data itu akan dibandingkan dengan nota konsinyasi atau consignment note menurut barang kiriman tersebut.

“Kenapa demikian? Kami harapkan DJBC bisa mengetahui harga sebenarnya atas transaksi barang kiriman tersebut,” ujarnya.

Baca Juga: 129 WNI di Israel Menolak Evakuasi

Melalui penerbitan PMK-96/2023, dia berharap akan tercipta peningkatan pelayanan impor barang kiriman tanpa mengabaikan aspek pengawasan dan kebenaran data pemberitahuan atas impor barang kiriman. Di samping itu, aturan ini diharapkan dapat menghadirkan perbaikan administrasi kepabeanan atas ekspor barang kiriman.

“Tak luput kami juga mengimbau stakeholders dan masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan di bidang impor dan ekspor barang kiriman dan mendukung kelancaran kinerja pelayanan dan pengawasan Bea Cukai di lapangan,” tukas Donny.***

Editor: Indra Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah