“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Seseorang akan mendapatkan apa yang ia niati. Barangsiapa melakukan hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa melakukan hijrah karena harta yang dicari, atau karena perempuan yang dinikahi, maka hijrahnya sesuai dengan yang dituju.”
Karena puasa Arafah termasuk puasa sunnah, maka niatnya tidak harus dilakukan di waktu malam sejak Maghrib hingga terbit fajar.
Melainkan boleh dilakukan pada siang hari hingga waktu Dzuhur tiba, asalkan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan, minum dan lainnya.
Selain itu, sebagaimana niat dalam ibadah lain, niat puasa Arafah harus dilakukan di dalam hati dan dianjurkan untuk diucapkan di lisan.
Jika hanya diucapkan di lisan saja sementara dalam hati tidak berniat, maka puasanya dinilai tidak sah. Ini karena menurut para ulama, tempat niat adalah hati, bukan lisan.
Adapun niat puasa Arafah adalah sebagai berikut.
Nawaitu shauma ‘Arafata sunnatan lillaahi Ta'aala.
(Saya berniat melakukan puasa sunnah Arafah karena Allah Ta'ala).
Di antara puasa sunnah di bulan Dzulhijjah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan adalah puasa Arafah. Ini sebagaimana telah ditegaskan oleh Imam Ibnu Al-Muflih dalam kitab Al-Furu’ berikut.