BANDUNG, (PRFM) - Dosen FISIP Universitas Pajajaran sekaligus Aktivis Perempuan, Antik Bintari menilai Indonesia masih jauh tertinggal dalam isu kesetaraan dan keadilan gender. Menurutnya masih banyak hal yang diperjuangkan untuk perempuan di Indonesia.
Hal itu dikatakan Antik saat on air di Radio PRFM 107,5 News Channel, Minggu (8/3/2020) menanggapi Hari Perempuan Dunia (World Women Day) 2020 yang mengangkat tema #EachForEqual atau kesetaraan untuk semua.
Ia menambahkan, dalam mewujudkan peradaban kesetaraan gender harus dibarengi dengan pemenuhan hak setiap warga negara. Oleh sebab itu, lanjut Antik, semua pihak harus terlibat dalam pemenuhan hak ini, termasuk pemerintah sebagai yang memulai kebijakan.
Baca Juga: Puteri Indonesia Diharapkan Terus Promosikan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tanah Air
“Kenapa pemerintah? Karena pemerintah yang akan memulainya dengan berbagai kebijakan. Sebagai contoh Jawa Barat sampai saat ini misalnya isu kemiskinan perempuan, kekerasan terhadap perempuan itu kan cukup tinggi. Jadi kalau tidak dimulai dari pemerintah secara proaktif dan menjadikan itu sebagai sebuah prioritas, maka akan sulit,” ujarnya.
Di samping itu, ia mengapresiasi pemerintah di pasca-reformasi ini. Menurutnya, komitmen untuk mewujudkan pemenuhan hak telah terlihat dengan adanya beberapa undang-undang. Di antaranya, Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Undang-Undang tentang penghapusan human trafficking, kemudian perlindungan anak, disabilitas dan lain lain.
“Hanya saja berbicara implementasi jadi dalam tatanan undang undang itu yang sudah cukup baik ada hal yang masih perlu menjadi perhatian itu implementasinya. Orang hanya memandang kalau itu ada kasus saja,” ungkapnya.
Baca Juga: Kekerasan terhadap perempuan meningkat, RUU PKS dan RUU PPRT semakin mendesak
Karenanya untuk mendukung undang-undang yang sudah ada pemerintah harus menyegerakan penetapan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).