Kekerasan terhadap perempuan meningkat, RUU PKS dan RUU PPRT semakin mendesak

- 8 Maret 2020, 15:32 WIB
Ilustrasi Kekerasan Perempuan. *Ilustrasi/PRFM
Ilustrasi Kekerasan Perempuan. *Ilustrasi/PRFM /*Ilustrasi/PRFM/

BANDUNG, (PRFM) – Dalam memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret 2020 hari ini, Amnesty International Indonesia mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk lebih serius dalam memajukan kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, termasuk mensahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dan Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU RUU PKS).

“Dua RUU ini mendesak disahkan demi terciptanya keadilan dan perlindungan hukum bagi perempuan pekerja rumah tangga dan para penyintas kekerasan seksual. Amnesty mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk merevisi atau mencabut segala peraturan yang diskriminatif terhadap perempuan,” kata Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam siaran pers yang diterima PRFM, Minggu (8/3/2020).

Menurut Usman, yang dibutuhkan saat ini adalah payung hukum komprehensif. Rumusan definisi kekerasan seksual di peraturan perundang-undangan masih memuat banyak celah yang mendorong terjadinya ketiadaan hukuman atau impunitas pelaku kekerasan seksual.

Baca Juga: Puteri Indonesia Diharapkan Terus Promosikan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tanah Air

Untuk pekerja rumah tangga, yang mayoritas perempuan dan anak perempuan, hak-hak mereka belum diatur dengan baik sehingga rentan terhadap eksploitasi dan perlakuan buruk. Daripada RUU Omnibus Cipta Kerja, lebih baik RUU Omnibus Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

“Pemerintah dan DPR RI harus memperhatikan catatan Komnas Perempuan. Selama 12 tahun belakangan ini, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat hampir 8 kali lipat. Bahkan, pengaduan kasus kejahatan di dunia maya di tahun 2019 mencapai 281 kasus, naik 300 persen dari tahun sebelumnya,” jelas Usman.

Ia menambahkan, sewajarnya RUU PKS harus disahkan. Namun, lanjut Usman, tentu dengan perluasan bentuk kekerasan seksual yang sebelumnya tidak diatur KUHP.

“Maka sewajarnya RUU PKS disahkan. Tentu dengan perluasan bentuk kekerasan seksual yang sebelumnya tak diatur KUHP.  Contoh, pelecehan seksual verbal atau catcalling itu harus bisa dipidana oleh UU PKS, sehingga penegak hukum nantinya dapat mencegah maupun menindak kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual,” ungkapnya.

Baca Juga: Di Era 4.0 Perempuan Semakin Tunjukan Eksistensi

Halaman:

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x