Pakar Hukum Pidana Tanggapi Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP: Perlu Edukasi Perbedaan Kritik dan Penghinaan

- 8 Juni 2021, 20:34 WIB
Seorang pengunjuk rasa memprotes RUU KUHP dalam aksi di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, 30 Mei 2019.
Seorang pengunjuk rasa memprotes RUU KUHP dalam aksi di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, 30 Mei 2019. /ANTARA FOTO/Aditya Prandana Putra.

PRFMNEWS - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali menjadi polemik di ruang publik.

RKUHP menjadi polemik dikarenakan adanya ancaman hukuman 4,5 tahun penjara bagi warga yang menghina Presiden lewat sosial media.

Pakar Hukum Pidana dari Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB), Mas Putra Zenno menilai polemik terkait RKUHP muncul dikarenakan banyak pihak yang belum bisa membedakan antara konten kritik dan penghinaan.

Secara konteks, kata Zenno, kritik memiliki makna sebagai tanggapan yang disertai data-data penunjang sehingga tercipta situasi konstruktif.

Baca Juga: CEK FAKTA: Hoaks HARRIS & POP! Hotels Festival Citylink Bandung jadi Tempat Isolasi Pasien Covid-19

Sementara konteks penghinaan, ucap Zenno lagi, merupakan perkataan yang bersifat mencela orang lain sehingga menyebabkan kerugian.

"Misalnya ketika masyarakat berbagi informasi mengenai 'Presiden Bohong'. Nah informasi tentang Presiden Bohong ini harus disertai data-data. Kalau misalnya Presiden dikatakan bohong, tidak menepati janji, tapi masyarakat tidak didukung dengan data, maka sifatnya menjadi asumstif dan cenderung masuk ke dalam unsur-unsur penghinaan terhadap Presiden seperti diatur RKUHP," urai Zenno saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Selasa 8 Juni 2021.

Agar tidak menjadi polemik berlarut-larut, Zenno mengharapkan Pemerintah Indonesia mengadakan edukasi maupun sosialisasi secara masif kepada masyarakat terkait perbedaan makna antara kritik dan penghinaan.

"Jangan sampai kritik dan penghinaan menjadi sama artinya dalam RKUHP," tegas Zenno.

Halaman:

Editor: Indra Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x