Viral di TikTok, Gempa Megathrust Akan Lumpuhkan Jakarta, Kepala BMKG Beri Penjelasan

20 Maret 2024, 08:40 WIB
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati bantah video viral gempa megathrust Jakarta. /bmkg.go.id

PRFMNEWS - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati buka suara terkait narasi dalam video viral di platform media sosial (medsos) TikTok yang menyebutkan bahwa gempa besar berkekuatan M 8,7 atau gempa megathrust akan membuat wilayah Jakarta lumpuh.

Kepala BMKG mengklarifikasi bahwa video viral terkait potensi gempa megathrust berdampak pada kelumpuhan di Jakarta itu telah dipotong oleh orang yang tidak bertanggung jawab sehingga dapat dimaknai berbeda oleh setiap orang sehingga bisa membuat masyarakat menjadi resah.

"Itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2024 di Senayan Jakarta. Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System - InaTEWS) di Bali," kata Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulis di laman resmi BMKG dikutip Rabu, 20 Maret 2024.

Baca Juga: Puncak Musim Hujan di Kota Bandung pada Maret 2024, Simak Sejumlah Imbauan BMKG

Dwikorita menjelaskan, lumpuh yang ia maksud dalam pemaparan terkait dampak gempa megathrust itu adalah terputusnya jaringan komunikasi yang disebabkan kerusakan berbagai infrastruktur komunikasi seperti Base Transceiver Station (BTS) akibat guncangan gempa berkekuatan besar tersebut.

“Hal inilah yang coba diantisipasi BMKG dengan membangun Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System - InaTEWS) sebagai fungsi back up/cadangan di Bali, meskipun di Jakarta sudah ada,” tuturnya.

Keberadaan gedung InaTEWS di Bali ini, lanjut Dwikorita, sebagai bagian dari mitigasi dan manajemen risiko dalam kondisi darurat apabila sewaktu-waktu operasional InaTEWS di Kemayoran Jakarta mengalami kelumpuhan.

Hal ini didasarkan pada skenario terburuk yaitu jika gempa terjadi di lepas pantai Samudra Hindia pada jarak kurang lebih dari 250 km dari tepi pantai.

Dalam skenario terburuk tersebut, gempa megathrust berkekuatan M 8.7 diperkirakan bisa berdampak melumpuhkan operasional InaTEWS BMKG di Jakarta, karena terputusnya (lumpuhnya) jaringan komunikasi, ataupun robohnya Gedung Operasional lama yang tidak disiapkan tahan gempa dan likuifaksi.

Baca Juga: RI Masuk Pancaroba, Waspada Petir hingga Puting Beliung di Maret-April 2024, Ini Penjelasan BMKG

"Maka sebagai upaya Manajemen Risiko demi keberlanjutan operasional sistem Peringatan Dini, Gedung Operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan tahan likuifaksi. Bangunan yang saat ini ditempati merupakan bekas Gedung Bandara Kemayoran yang dibangun di tahun 1980 an," paparnya.

"Sementara Gedung Operasional Cadangan yang ada di Denpasar perlu disiapkan dengan desain khusus Tahan Gempa. Gedung di Bali sebagai backup jika sewaktu-waktu InaTEWS yang di Jakarta benar-benar mengalami kelumpuhan," imbuh dia.

Dwikorita berharap penjelasan ini dapat meredakan rasa khawatir masyarakat akibat beredarnya potongan video pada aplikasi TikTok tersebut dengan narasi yang tidak sesuai konten dan konteksnya.

Dia pun berharap agar masyarakat lebih jeli dan hati-hati serta tidak menelan mentah-mentah isu atau kabar bersumber dari media sosial yang belum bisa dipastikan kebenarannya.

"Pastikan informasi yang diperoleh hanya dari BMKG. Karena hanya BMKG lah satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika," pungkasnya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Tags

Terkini

Terpopuler