Pelayanan BPJS Kesehatan Belum Prima, Pemerintah Tak Seharusnya Naikan Iuran di Tengah Pandemi

14 Mei 2020, 08:46 WIB
AKTIVITAS pelayanan di kantor BPJS Kesehatan Cabang Bandung, Jalan PHH Mustofa, Kota Bandung, Selasa, 10 Maret 2020. Mahkamah Agung secara resmi telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang jaminan kesehatan.* /ARMIN ABDUL JABBAR/PR

BANDUNG,(PRFM) - Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai tak semestinya pemerintah kembali menaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. Menurutnya, hingga saat ini pelayanan BPJS Kesehatan masih belum optimal.

Selain pelayanan BPJS Kesehatan yang belum optimal, dia menilai kenaikan ini tidak tepat karena saat ini kondisi daya beli masyarakat masih belum baik, dan diperparah dengan adanya pandemi covid-19.

Baca Juga: PSBB Bodebek Diperpanjang Lagi Sampai 26 Mei, Aturan Jadi Lebih Ketat

"Apalagi saat ini covid sudah menghantam semua sisi ekonomi pekerja kita baik formal maupun informal termasuk negara secara umum termasuk dunia, daya beli ini jadi turun, bahkan sudah terjun bebas. Kemudian BPJS juga belum meningkatkan pelayanan, faskesnya juga," tegas Timboel saat on air di Radio PRFM 107,5 News Channel, Kamis (14/5/2020).

Timboel mengakui jika dirinya mendapat kabar jika Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang menggugat Perpres 75/2019 berencana kembali menggugat Perpres 64/2020. Dia meyakini jika memang benar digugat, maka kemungkinan besar kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diberlakukan mulai Juli 2020 tersebut akan kembali dibatalkan.

"Saya kemarin dengan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia yang mengajukan judicial review pada Perpres 75 akan menggugat lagi dan saya yakin dengan kondisi sekarang dengan pertimbangan hukum yang tadi sangat relevan dibatalkan lagi," tegasnya.

Baca Juga: Tak Ada Penambahan Kasus Positif Covid-19 di Brunei Sejak 7 hingga 13 Mei

Di tengah pandemi covid-19 dimana ekonom warga terganggu, dan kesehatan menjadi yang paling utama, Timboel berharap pemerintah bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan. Dirinya berharap pemerintah bisa menunda rencana menaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.

"Saya harap pemerintah punya kepekaan sosial terkait kondisi masyarakat yang ditimpa ekonominya, diancam kesehatannya saat ini untuk dibatalkan saja dulu," tegasnya.

Jika pun akan menaikan iuran BPJS Kesehatan, pemerintah diminta untuk melihat kondisi daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat sudah membaik, dan pandemi sudah berakhir maka pemerintah bisa saja menaikan iuran BPJS kesehatan asalkan dibarengi dengan meningkatkan pelayanan yang hingga saat ini dinilai jauh dari kata sempurna.

Baca Juga: Januari Sampai Mei Terjadi 63 Kebakaran di Kota Bandung

Menurut Timboel, hingga saat ini masih banyak warga yang kesulitan membayar iuran BPJS Kesehatan karena kondisi ekonomi yang kian terpuruk imbas pandemi. Terlebih lagi, hingga saaty ini kita tidak bisa mempredksi kapan pandemi ini berkhir dan apakah mungkin warga bisa langsung atau dengan cepat ekonominya pulih.

"Kalau kenaikan itu dilakukan di Juli di tengah pandemi yang kita ngga tahu kapan selesainya terus masyarakat tidak mampu membayara, kemudian dia jadi nonaktif, kemudian ketika dia sakit dia tidak dapat jaminan dari BPJS Kesehatan terus rumah sakit nyuruh bayar dengan harga besar dan sebagainya itu kan akan membuat warga semakin susah," paparnya.

Baca Juga: Dinkes Kota Bandung Jadwalkan Swab Test di Sejumlah Lokasi Dalam Seminggu Ini

Negara, sambung Timboel, memiliki kewajiban untuk menjamin kesehatan warga yang diatur oleh undang-undang. Maka, jika warga menjadi keberatan karena adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan negara dinilai telah merenggut hak konstitusi warga atas jaminan kesehatan.

Editor: Rifki Abdul Fahmi

Tags

Terkini

Terpopuler