Inkonsitensi Komunikasi Pemerintah Soal Pandemi, Pengamat: Kesannya Seperti Arogan

18 Juli 2021, 12:12 WIB
Ilustrasi petugas pemakaman khusus jenazah Covid-19 di TPU Cikadut, Kota Bandung. /Humas Bandung.

PRFMNEWS - Inkonsistensi komunikasi publik yang disampaikan pemerintah dari pusat hingga daerah dalam penanganan Covid-19 hanya membuat masyarakat semakin lelah.

Hal ini juga dinilai sama oleh Pengamat Komunikasi Publik, Deden Ramdan. Menurut Deden, tidak konsistennya kebijakan malah menimbulkan distrust alias ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Padahal dalam komunikasi publik ada tiga hal yang harus diperhatikan yakni konsisten, pro masyarakat, dan adanya target orientasi pesan yang akan disampaikan.

Baca Juga: PPKM Darurat Belum Optimal, Luhut : Saya Minta Maaf

"Dengan komunikasi publik yang disampaikan oleh pejabat itu saya khawatirkan ada distrust, ketidakpercayaan kepada pemerintah yang disampaikan oleh pejabat," ujar Deden saat on air di Radio 107,5 PRFM News Channel, Minggu 18 Juli 2021.

Contohnya adalah pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut pandemi terkendali, tapi pada faktanya di lapangan virus ini tidak terkendali.

Kemudian pernyataan Menkopolhukan Mahfud MD yang meminta kondisi pandemi jangan dibawa tegang, hal ini menurut Deden menjadi masalah besar bahwa pemerintah terkesan tidak peka terhadap penderitaan masyarakat.

Baca Juga: Kemenhub Klaim di Hari Pertama Pelarangan Mudik, Jumlah Pergerakan Transportasi Terkendali

Komunikasi yang tidak konsisten itu kemudian membuat masyarakat semakin bingung, belum lagi masyarakat sudah jenuh dan lelah akibat situasi berkepanjangan ini.

"Yang dibutuhkan itu koordinasi integrasi dan sinkronisasi, ini harus satu frekuensi, termasuk ini kan sangat peka, jangan sampai ada kalimat bahasa yang sensitif, kesannya seperti arogan pejabat publik itu," jelasnya.

Baca Juga: Segera Daftar ! Unpas Gelar Vaksinasi Covid-19 Bagi Masyarakat Umum dan Mahasiswa, Begini Cara Daftarnya

Maka dari itu, Deden mengingatkan bahwa komunikasi publik di depan dan belakang panggung mungkin akan ada perbedaan, tapi tetap harus satu suara baik yang tersirat ataupun yang terusrat haru sama.

"Walau nggak ngomong tapi pejabat publik itu bahasa tubuhnya yang tidak bagus di mata rakyat, sehingga dianggap tidak bersimpati," pungkasnya.***

Editor: Rizky Perdana

Tags

Terkini

Terpopuler