Kerumunan di Dipatiukur Tak Terhindarkan Padahal Jalan Ditutup, Camat Beri Komentar

- 26 Desember 2020, 22:06 WIB
Kondisi lalu lintas di kawasan Dipatiukur, Kota Bandung, Sabtu 26 Desember 2020 malam.
Kondisi lalu lintas di kawasan Dipatiukur, Kota Bandung, Sabtu 26 Desember 2020 malam. /Netizen PRFM-Iren

PRFMNEWS – Pascapemerintah Kota Bandung melakukan penertiban di kawasan Dipatiukur 3 Desember 2020 lalu, ternyata beberapa hari kemudian masih terdapat perkumpulan massa di tempat tersebut.

Seperti yang disampaikan netizen pada PRFM, kawasan Dipatiukur tak ubahnya menjadi seperti pasar malam dan titik kemacetan. Padahal, sebagaimana diketahui Pemkot Bandung masih memberlakukan pentutupan jalan di sejumlah titik di Kota Bandung, tak terkecuali jalan Dipatiukur.

Menanggapi hal itu, Camat Coblong, Krinda Hamidipradja menyatakan selalu melakukan penertiban khususnya terhadap PKL yang berjualan di sekitaran Dipatiukur. Namun, ia pun tak menampik jika memang pihaknya selalu “kucing-kucingan” dengan para pedagang.

Baca Juga: Pemerintah Minta ASN Tak Bepergian Keluar Kota Saat Libur Natal dan Tahun Baru

“Sudah tidak boleh (berjualan-red), cuman kita kan sifatnya agak mengurangi saja karena kalau melarang mereka memaksa aja. Kalau kita ke sana pura-pura tutup, jadi kucing-kucingan. Pas kita pergi buka lagi, jadi memang kita harus stand by di sana,” kata Krinda saat on air di Radio PRFM 107,5 News Channel, Sabtu 26 Desember 2020.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh 107.5 PRFM Radio (@prfmnews)

 

Baca Juga: Sejumlah Tempat Wisata di Lembang Ini Belum Wajibkan Wisatawan Bawa Hasil Negatif Covid-19

Bahkan menurutnya, pihaknya telah melakukan sejumlah sosialisasi baik secara luring maupun daring. Terlebih petugas dari kewilayahan maupun Pemkot terus bersiaga dan memberikan sanksi bagi para pelanggar.

“Memang kerumunan warga itu luar biasa, karena mungkin magnetnya di Dipatiukur itu luar biasa yang dari luar Bandung juga pada ada di sana. Jadi kerumunan, walaupun kita sudah woro-woro, spanduk, dan media sosial untuk sosialiasi, tapi tetap saja banyak,” jelasnya.

Usut punya usut, setelah mendapatkan keterangan dari pedagang, Krinda menyatakan para pedagang yang nekat berjualan di Dipatiukur karena tuntutan ekonomi.

Baca Juga: Ada Wahana Kandang Singa Terbuka, Harga Tiket Masuk Kebun Binatang Bandung Naik Jadi Rp50 Ribu

“Kalau saya nanya tidak pada ngaku (alasannya-red) tapi berani aja kucing-kucingan terus. Jadi kelihatannya mereka itu kebutuhan ekonomi juga. Saya Tanya ‘kenapa maksa-maksa saja?’ mereka jawab ‘kalau berjualan di sini itu kalau dua hari jualan Sabtu-Minggu di DU itu bisa menghidupi keluarga selama seminggu’ gitu,” tutur Krinda.

Ia menyebut para pedagang tersebut tak hanya datang dari Kecamatan Coblong. Beberapa pedagang tersebut diketahui berasal dari Cimahi, Ujungberung, hingga Jakarta.

“Berasal dari luar Coblong, ada yang dari Cimahi, Ujungberung, katanya kalau jualan di Coblong itu misalnya harga di tempat lain Rp5 ribu dan di jual di Coblong Rp10 ribu itu tidak ada yang nawar. Bahkan, katanya tidak laku di Jakarta, dijual di Coblong itu bisa laku,” tambahnya.***

Editor: Haidar Rais


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x