MAFINDO: Gelombang Informasi Menyesatkan Jadi Penyebab Rendahnya Minat Vaksinasi Covid-19

- 12 September 2022, 21:44 WIB
Gelombang informasi menyesatkan jadi salah satu penyebab hambatan vaksinasi
Gelombang informasi menyesatkan jadi salah satu penyebab hambatan vaksinasi /Mafindo

 

PRFMNEWS - Pemerintah saat ini terus menggencarkan vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat. Tidak hanya vaksin booster, tapi juga vaksin dosis 1 dan dosis 2.

Dari berbagai hambatan percepatan vaksinasi, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) menilai, gelombang informasi menyesatkan atau hoaks menjadi salah satu penyebabnya.

Begitu parahnya situasi ini hingga memunculkan istilah baru yaitu Infodemi. Ini disinyalir menjadi salah satu penyebab rendahnya minat masyarakat untuk divaksinasi.

Baca Juga: Info Vaksinasi Covid-19 di Kota Bandung Hari ini Senin, 12 September 2022

Untuk meneliti hal ini lebih dalam, MAFINDO bersama Unicef melaksanakan penelitian bertema Social Inoculation 2.0.

Dilangsungkan sejak April 2020, penelitian telah mencapai tahap final dan dipublikasikan dalam acara Diseminasi Pendekatan Inokulasi Sosial Terkait Pengelolaan Hoaks/Misinformasi Dalam Rangka Peningkatan Cakupan Vaksinasi Covid19 pada Kalangan Rentan.

Koordinator Riset Nasional Social Inoculation MAFINDO, Santi Indra Astuti mengatakan, hingga kini hoaks vaksinasi masih mendominasi hoaks-hoaks bertema Covid-19. Penelusuran MAFINDO sepanjang Januari hingga Agustus 2022, terdapat 73 konten hoaks yang dilaporkan publik maupun yang dijumpai oleh para pemeriksa fakta MAFINDO.

Baca Juga: Berlaku Mulai Hari ini, Aturan Terbaru Naik Pesawat bagi Penumpang Sudah Booster Tidak Wajib PCR dan Antigen

"Porsi konten hoaks vaksinasi Covid-19 mencapai lebih dari 50 persen. Isinya sebagian besar mengulas KIPI atau kejadian ikutan pasca imunisasi, seperti hoaks tentang dampak vaksin booster, dampak vaksinasi Covid-19 pada anak, dan mempermainikan kebijakan vaksinasi,” katanya, Senin 12 September 2022.

Nurholis, selaku perwakilan Jenewa Institute yang mendampingi MAFINDO dalam survey memaparkan bahwa peningkatan wawasan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan kesadaran terhadap risiko Covid-19, risiko tidak divaksinasi, serta risiko terhadap hoaks bertema Covid-19 dan vaksinasinya.

Selain itu, hasil pemetaan segmen masyarakat dalam lingkup penelitian mendapati bahwa lansia adalah pihak yang paling rentan dalam situasi ini. Di kalangan lansia, cakupan vaksinasi terdeteksi rendah, penerimaan terhadap vaksin rendah, sementara keragu-raguan terhadap vaksinasi sangat tinggi.

Baca Juga: RESMI Tes PCR dan Antigen di Stasiun Ditutup, Kini KAI Hanya Layani Vaksin Booster

"Di sisi lain, lansia juga terbatas akses informasi dan komunikasinya, juga terbatas kepemilikan gawai maupun cara menggunakannya. Akibatnya, mereka menjadi sasaran hoaks yang tersebar dari mulut ke mulut, percaya begitu saja tanpa memiliki motivasi maupun kemampuan untuk mengatasinya," ungkap Nurholis.

Kepala Kantor Perwakilan UNICEF Wilayah Jawa, Arie Rukmantara menyampaikan bahwa upaya penanganan hoaks perlu dilakukan secara proaktif sesuai dengan rekomendasi Social Innoculation 2.0.

“Ada ketimpangan informasi akurat di publik, terjadi asymmetric information antara informasi benar dan penerimanya. ‘Inoculation Initiative’ dapat mengatasi masalah ini, sehingga tercipta ‘perfect market’ dimana suplai informasi akurat menjadi equal, sama dengan demand atau permintaan informasi akurat. Upaya ini sangat penting, agar masyarakat berada di pasar yang sehat, atau lebih tepatnya di ekosistem info dan berita yang tepat,” terangnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Kominfo Kota Bandung Darto AP menilai, media cetak dan media online saat ini cenderung tidak diminati, karenanya penyebaran informasi yang efektif dilakukan melalui media sosial seperti tik tok dan Instagram, seperti yang dilakukan oleh instansi pemerintahan saat ini.

Baca Juga: KAI Ungkap Alasan Waktu Tempuh 10 Perjalanan Kereta Akan Lebih Cepat, Termasuk Keberangkatan dari Bandung

Juga, Nilla Avianty, Kasi Promkes Dinkes Kota Bandung, yang sehari-hari berhadapan dengan persoalan sosialisai vaksin covid dan penangannya, menyampaikan bahwasaat ini yang menjadi tantangan Dinas Kesehatan adalah kembali dibukanya aktivitas masyarakat, kedisiplinan warga yang sedang isoman dan sosialisasi dan edukasi vaksin terutama booster.

Diseminasi mengeluarkan 4 rekomendasi penelitian yang perlu ditindaklanjuti.

Pertama, penanganan hal-hal yang mengganggu upaya peningkatan cakupan vaksinasi dari sisi pengelolaan infodemi perlu dilakukan secara proaktif, bukan reaktif. Model Inokulasi Sosial menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan secara proaktif, dengan menumbuhkan kebiasaan periksa fakta, mencerna informasi secara kritis, dan mengonsultasikan sumber-sumber informasi yang beredar.

Kedua, perlu adanya pihak yang bisa memantau lalu lintas informasi yang beredar, sehingga bisa mendeteksi sesegera mungkin hoaks atau rumor yang berpotensi mengacaukan upaya penanganan pandemi atau wabah yang sedang berlangsung.

Ketiga, dibutuhkan sinergi pemerintah, dalam hal ini Dinas Informasi dan Komunikasi serta Dinas Kesehatan hingga level lokal, untuk memantau, mengelola krisis, termasuk melakukan mitigasi ketika gangguan komunikasi dan informasi kesehatan terjadi.

Keempat, pelibatan masyarakat hingga ke akar rumput adalah keharusan, sehingga masyarakat bisa berpartisipasi aktif melawan hoaks yang mengganggu penanganan pandemi/wabah.***

Editor: Rizky Perdana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah