Respon Kominfo Soal Dugaan 26 Juta Data Browsing IndiHome Bocor hingga Ungkap Nama dan NIK Pelanggan

- 21 Agustus 2022, 16:00 WIB
Ilustrasi kebocoran data pelanggan IndiHome.
Ilustrasi kebocoran data pelanggan IndiHome. /Reuters/Kacper Pempel

PRFMNEWS – Kementerian Kominfo buka suara soal viral di media sosial bahwa data history browsing pengguna layanan internet IndiHome bocor dan diunggah ke situs gelap.

Data pelanggan IndiHome yang bocor tersebut diperkirakan berjumlah 26.730.798 dengan total ukuran file hingga 5 GB. Data tersebut diperoleh pada Agustus 2022.

Data yang terekspos berupa history browsing di internet seperti tanggal, kata kunci, domain, platform, browser dan tautan URL.

Bahkan, informasi pribadi pelanggan IndiHome berupa NIK KTP, email, nomor handphone (HP) dan jenis kelamin juga diduga ikut bocor.

Baca Juga: Henhen Sudah Sembuh dan Segera Gabung Latihan, Siap Perkuat Persib Lawan Bali United di GBLA?

Saat ini, Kominfo mengaku sedang mendalami dugaan data-data pelanggan IndiHome tersebut bocor dan masuk ke situs gelap.

"Sehubungan dengan informasi dugaan kebocoran data pribadi pelanggan Indihome, PT Telkom Indonesia (Persero), Kementerian Kominfo sedang melakukan pendalaman," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, dikutip prfmnews.id dari ANTARA.

Lebih lanjut Semuel menegaskan, Kominfo akan segera memanggil manajemen Telkom selaku perusahaan induk untuk dimintai keterangan terkait insiden ini.

Baca Juga: Titik Sumber Api Kebakaran di Gedung DPRD Jabar Hari ini Berada di Ruang Arsip

Kominfo, imbuhnya, juga akan meminta Telkom memberikan informasi langkah apa yang mereka lakukan untuk menindaklanjuti laporan ini.

"Kementerian Kominfo akan segera mengeluarkan rekomendasi teknis untuk peningkatan pelaksanaan perlindungan data pribadi Telkom, dan di saat bersamaan berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)," ucapnya.

Sementara itu, pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menuturkan, kasus kebocoran data pengguna IndiHome kemungkinan benar yang ia duga berasal dari server penyedia layanan.

Baca Juga: Pedagang Sayur Nyambi Jadi Bandar Judi Online Akhirnya Diciduk Polres Garut

Alfons menekankan, data history browsing berbahaya bagi pengguna karena orang yang memahami big data bisa menggunakannya untuk melihat dan memahami (profiling) kebiasaan pengguna.

Data-data tersebut juga berbahaya jika jatuh ke tangan penjahat siber karena mereka mengamati kebiasaan pengguna kemudian merancang aktivitas phishing untuk menipu korban.***

Editor: Indra Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah