PRFMNEWS - Pemerintah menghapus angka kematian dalam indikator penanganan Covid-19 karena alasan adanya permasalahan input data.
Hal itu disampaikan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan saat mengumumkan perpanjangan PPKM Level 4 Jawa-Bali, Senin 9 Agustus 2021.
"Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," ujarnya.
Baca Juga: PPKM Level 4 Diperpanjang Lagi, Yana : Mall Belum Dibuka, Tunggu Perwal
Langkah tersebut dikritik oleh Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman. Menurut Dicky, kebijakan menghapus data kematian justru menimbulkan risiko pemerintah kehilangan arah penanganan.
"Ini tidak boleh terjadi karena berbahaya, karena dalam menilai performa pengendalian pandemi kita harus melihat indikator yang kuat di awal dan akhir. Kalau di indikator awal yang paling kuat dan jadi rujukan dunia adalah positivity rate, kalau di akhir selain RS dan angka kematian," ujar Dicky saat on air di Radio 107,5 PRFM News Channel, Selasa 10 Agustus 2021.
Dicky mengungkapkan, di setiap penganan suatu penyakit pasti angka kematian selalu diperhitungkan, sebut saja stroke atau diabetes yang angka kematiannya dihitung setiap tahun.
Baca Juga: Mall di Kota Bandung Bakal Segera Buka, ini Syarat untuk Masuk Mall di Masa PPKM
Sebab angka kematian menurutnya adalah indikator valid terhadap derajat keparahan suatu wabah.