Jokowi Ajak Benci Produk Luar Negeri, Pengamat Ekonomi: Itu Tak Bisa Singkat

- 5 Maret 2021, 18:55 WIB
 Ucapkan Harlah NU ke-95, Presiden Jokowi Singgung Radikalisme dan Terorisme
Ucapkan Harlah NU ke-95, Presiden Jokowi Singgung Radikalisme dan Terorisme /@jokowi

PRFMNEWS - Pengamat Ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas), Acuviarta Kartabi menanggapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengajak masyarakat untuk membenci produk asing dan lebih banyak mengkonsumsi produk lokal.

Menurutnya, ungkapan Jokowi tersebut hanya sekadar reaksi jangka pendek sebagai motivasi bagi produk lokal untuk bersaing di negeri sendiri.

Namun, demikian ia menyatakan bahwa untuk mengajak masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi produk lokal butuh waktu yang panjang.

Baca Juga: AHY Buka Suara Soal KLB Partai Demokrat: Didasari Niat yang Buruk, KLB di Deli Serdang Jelas Tidak Sah

Baca Juga: Update Corona Hari Ini: Kasus Meninggal Bertambah 129 Orang Buat Kumulatif Kematian Tembus 37 Ribu Lebih

“Proses untuk ke situ tidak cepat, kita harus siapkan banyak hal menuju produk dalam negeri yang menjadi tuan rumah di negara sendiri. Kalau kita lihat kondisi saat ini masih jauh dari harapan,” ucapnya saat on air di Radio 107,5 News Channel, Jumat 5 Februari 2021.

Apalagi, saat ini sejumlah komoditas bahan makan hingga industri masih bergantung pada barang impor.

Baca Juga: Respon Demokrat Soal Moeldoko Jadi Ketum PD, KLB Tidak Sah, Panitianya Sudah Dipecat Sebelumnya

Acu menyatakan, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan konsumsi produk lokal, salah satunya dengan cara membuat suku suku bunga di Indonesia bersaing.

“Banyak kebijakan yang tidak sejalan dengan apa yang tidak diharapkan oleh Presiden dalam rangka mendorong konsumsi produk dalam negeri. Saya ambil contoh, tingkat bunga kita yang tertinggi di Asia. Bagaimana kita bisa bersaing kalau sektor usaha kita biayanya mahal,” tambah Acu.

Baca Juga: Kerap Langgar Aturan, Sejumlah Tempat Hiburan di Bandung Wetan Terancam Ditutup Pemkot

Ia menyatakan, hal lain yang bisa dilakukan yakni regulasi yang mendorong pendirian usaha, kemudian insentif dari pemerintah, dan fasilitas perdagangan dalam negeri yang juga harus ditingkatkan.

“Dalam banyak hal terkait dengan pembatasan impor, kalau lihat perdagangan di market place atau toko online itu lebih dari 85 persen itu barang impor. Saya kira persoalannya mulai dari regulasi yang mendorong pendirian usaha, kemudian insentif yang diberikan pemerintah, bunga yang kompetitif, termasuk fasilitasi terkait perdangangan yang ada di dalam negeri,” tukasnya.***

 

Editor: Haidar Rais


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah