Antropolog dan Sejarawan Turut Dilibatkan untuk Cari Solusi Kemacetan di Kawasan Puncak

- 30 Desember 2020, 14:48 WIB
Sejumlah petugas gabungan melakukan pemeriksaan hasil rapid test antigen di Check Point Gadog. Wisatawan wajib membawa hasil rapid test antigen saat berkunjung ke kawasan Puncak, Bogor, Kamis 24 Desember 2020.*
Sejumlah petugas gabungan melakukan pemeriksaan hasil rapid test antigen di Check Point Gadog. Wisatawan wajib membawa hasil rapid test antigen saat berkunjung ke kawasan Puncak, Bogor, Kamis 24 Desember 2020.* /Foto: Isu Bogor/Iyud Walhadi/

PRFMNEWS - Kawasan Puncak kerap dilanda kemacetan, terlebih pada akhir pekan dan pada musim liburan.

Untuk mencari solusi atas kemacetan di kawasan Puncak, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melibatkan banyak pihak, termasuk antropolog dan sejarawan.

“Mengapa kita undang para Antropolog dan Sejarawan? karena berdasarkan suatu kajian bahwa apabila ada suatu persoalan yang begitu rumit seperti kemacetan di Puncak, maka antropolog dan sejarawan harus bicara atau dilibatkan untuk menyelesaikan,” jelas Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat membuka Webinar bertema 'Puncak, Mengapa Diminati Meski Macet Menanti' yang diselenggarakan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pada Selasa 29 Desember 2020 kemarin.

Baca Juga: Pemerintah Resmi Larang dan Hentikan Segala Jenis Aktivitas FPI

Dikutip prfmnews.id dari laman resmi Kementerian Perhubungan, Budi menilai jika permasalahan kemacetan di kawasan puncak merupakan masalah yang kompleks.

Menurutnya, mengurai kemacetan di kawasan Puncak tak hanya bisa diselesaikan dari sisi transportasi saja.

"Puncak itu ibarat fenomena gunung es, dan persoalan transportasi hanyalah puncak gunung es dari masalah yang terlihat di kawasan ini," ungkap Budi.

Baca Juga: Resmi! Cek Poin Diberlakukan Saat Malam Tahun Baru di Kota Bandung, di Sini Lokasinya

Dia mengungkapkan, berbagai upaya jangka pendek seperti misalnya rekayasa lalu lintas untuk mengatasi kemacetan di Puncak sudah dilakukan baik oleh BPTJ, Kepolisian, maupun oleh Pemerintah Daerah.

“Berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan yang sifatnya adalah jangka pendek seperti buka tutup jalan, satu arah, dan berbagai kegiatan. BPTJ, dan juga berbagai pemangku kepentingan khususnya polisi dan Pemda juga berupaya melakukan rekayasa lalu lintas di Puncak dengan uji coba yang dilakukan pada akhir tahun 2019 melalui kanalisasi sistem 2-1. Tetapi itu semua jangka pendek. Kami ingin ada langkah yang lebih komprehensif, di satu sisi bisa berikan layanan tetapi di satu sisi bisa berikan solusi,” ujarnya.

Adapun program lain yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah kemacetan di puncak adalah memberikan subsidi untuk pelayanan angkutan jalan melalui skema Buy The Service (BTS).

Baca Juga: Update Zona Covid-19 Jabar: 4 Daerah Zona Merah, 18 Daerah Zona Oranye, 5 Daerah Zona Kuning

Menurutnya, melalui skema BTS bisa mengajak para pemilik angkot untuk bisa bergabung bersama dalam suatu wadah seperti koperasi, dapat memiliki kendaraan yang lebih besar seperti bus untuk melayani angkutan di kawasan Puncak.

“Bus di sana kita berikan subsidi. Dengan membangun angkutan massal yang memiliki kapasitas yang besar diharapkan dapat mengurangi jumlah kendaraan baik angkot maupun penggunaan kendaraan pribadi yang selama ini memadati kawasan puncak,” ungkapnya.

Budi menyarankan kepada pemilik hotel agar juga memiliki atau memanfaatkan angkutan bus agar pengunjung tidak menggunakan kendaraan pribadi.

Baca Juga: Terbaru dan Terlengkap, Ini Tempat Rapid Test Antigen di Bandung

Dia pun berharap, permasalah kemacetan di Puncak bisa diatasi sehingga puncak bisa menjadi kawasan yang tidak hanya ramah bagi pengunjung dan masyarakat, tetapi bisa dikendalikan secara holistic dengan tetap menjaga kelestarian alamnya.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah