Pengamat Ini Beberkan Kejanggalan Kebijakan Menteri KKP Edhy Prabowo Soal Ekspor Benih Lobster

26 November 2020, 12:40 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kedua dari kanan) ditunjukkan saat konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 26 November 2020 dini hari. /ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

PRFMNEWS - Menteri KKP Edhy Prabowo sebelumnya sudah selalu diingatkan untuk sangat berhati-hati terkait kebijakan izin ekspor benih lobster. Namun tidak didengar dan akhirnya ditangkap KPK.

Pengamat Sektor Kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim membeberkan perbedaan terkait kebijakan Edhy Prabowo yang sangat kontras dengan Susi Pudjiastuti.

Kejanggalan pun sudah terlihat sejak diterbitkannya Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di wilayah RI yang telah diundangkan pada 5 Mei 2020.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Disebut Berpeluang Kembali Jadi Menteri KKP

Baca Juga: Terungkap, Menteri KKP Edhy Prabowo dan Istrinya Diduga Beli Barang Mewah di Hawaii Pakai Uang Panas

"Ada hal yang janggal sejak awal baik dari aspek substansi Permen atau teknis implementasinya, sehingga berujung pada penangkapan Menteri KKP oleh KPK," ujar Abdul saat on air di Radio 107,5 PRFM News Channel, Kamis 26 November 2020.

Ia mengungkapkan, pada era Menteri Susi Pudjiastuti disebutkan fakta bahwa stok lobster di hampir 11 wilayah statusnya merah. Artinya harus dilakukan pemulihan dengan pengawasan ketat untuk menghindari aktivitas ilegal.

"Menyebutkan bahwa status lobster di perairan Indonesia saat ini statusnya kuning dan merah, sebelumnya statusnya merah lalu ada proses pemulihan. Jadi bisa dikatakan ada manfaat dari kebijakan menteri kelautan sebelumnya (Bu Susi)," ucapnya.

Sedangkan Edhy Prabowo disebut mengabaikan hasil kajian dari Komnas Pengkajian Sumber Daya Ikan (Kajiskan) sehingga menghendaki benur boleh ditangkap dan dijual.

Baca Juga: KPK Tetapkan 7 Tersangka Kasus yang Menjerat Menteri KKP Edhy Prabowo, Ini Nama-namanya

Edhy disebut tidak menganggap strategis hasil kajian Komnas Kajiskan, dan cenderung memilih mendengarkan kajian dari tim internal yang angkanya selalu berubah-ubah.

"Hanya kemudian atas nama investasi Menteri Edhy mengabaikan itu, sehingga akhirnya tetap kebijakan ekspor dengan segala konsekuensi dan paradoks yang terdapat di Permen KP Nomor 12," ungkapnya.

Paradoks yang dimaksud adalah penetapan kuota dan lokasi pengambilan benur lobster berdasarkan Komnas Kajiskan. Sejak awal Edhy membuka kuota dan para eksportir mengabaikan hasil kajian.

Dikarenakan Edhy memilih hasil kajian internal, maka mulai terjadi kejanggalan-kejanggalan di balik terbitnya izin eskpor benih lobster kepada sejumlah perusahaan swasta, termasuk yang menjadi tersangka oleh KPK.

"Tentunya saya prihatin bagi nelayan, pembudidaya ikan, tambak garam, yang pasti kecewa karena tingginya harapan perubahan yang mereka gantungkan kepada Menteri KKP," ujarnya.

Ia menjelaskan, secara umum potensi kelautan dan perikanan Indonesia sangat mencukupi untuk memberikan kesejahteraan kepada masyakarat pesisir lintas profesi.

Namun dengan catatan sumber daya tersebut dimanfaatkan dengan orientasi utama sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.***

Editor: Rizky Perdana

Tags

Terkini

Terpopuler