Hingga muncul sebutan atau bahasa untuk diucapkan kepada yang lebih tua, lebih muda, sebaya, kepada pimpinan dan sebagainya yang dikenal sebagai undak usuk basa tadi.
Meski demikian, Kang Dedi berpandangan bahwa pengucapan bahasa tergantung dari hati personal yang berucap maupun pendengarnya.
“Jadi kalau bahasanya halus tapi hatinya benci ya tetap saja nyelekit, kalau bahasanya dianggap kasar tapi akrab ya itu candaan,” ujarnya.
Baca Juga: Bupati Bandung Sebut Ridwan Kamil Setujui Pembangunan 2 Infrastruktur Pengurai Macet di 2023
Bahkan Kang Dedi mengungkap, kata ‘maneh’ bisa diartikan sebagai panggilan akrab dan penuh cinta.
Sebelum mengenal kata ‘sayang’ seperti sekarang, orangtua zaman dulu menggunakan ‘maneh’ untuk panggilan sayang pada pasangannya.
“Makanya dulu ada penulis lagu Sunda judulnya ‘Potret Manehna’ ciptaan Nano S itu terkenal tahun 87an. Mungkin bagi orang yang tidak tahu latar belakang seperti ini, orang Priangan, bisa jadi kalimat itu tidak sopan,” bebernya.
Baca Juga: Sekitar 8 Ribu Jemaah Haji Asal Jabar Akan Berangkat ke Tanah Suci Melalui BIJB Kertajati
Dia pun mencontohkan pengalaman pribadinya sebagai bupati yang pernah dianggap tidak etis secara birokrasi, sebab ia lebih memilih disebut ‘akang’ dibanding ‘bapak’.
“Waktu itu diprotes dianggap tidak mengerti etika birokrasi, ke sini-sini begitu sebutan akang laku, kakek-kakek mau nyalon (jadi pejabat) maunya disebut akang,” terangnya.