Network
PRFMNEWS - Konstruksi dasar rumah yang terletak di pegunungan berbatu yang tidak beraspal dan lereng bukit dikatakan sebagai faktor kunci dalam tingkat keparahan kerusakan.
Pada dini hari Rabu 22 Juni 2022, rumah-rumah lumpur di bagian terpencil Afghanistan tenggara ini mulai bergetar dan runtuh akibat kekuatan gempa berkekuatan 5,9 SR.
Warga yang panik berusaha membangunkan kerabat mereka yang sedang tidur. Tetapi mereka tidak memiliki waktu untuk membantu yang lainnya.
Dalam beberapa menit, atap rumah-rumah di distrik Gayan, di mana keluarga miskin hingga 15 orang tinggal bersama, runtuh menimpa mereka yang masih berada di dalam.
Baca Juga: Kumpulan Fakta Kasus Dugaan Pengeroyokan Iko Uwais: Penyidikan hingga Kemungkinan Berdamai
Setelah gempa pertama yang menakutkan itu, dalam beberapa jam jumlah korban tewas meningkat.
Pada saat penduduk di ibu kota Afghanistan, Kabul, terbangun karena berita gempa bumi di wilayah timur terpencil negara itu, jumlah korban tewas telah mencapai 90 orang.
Jumlah tersebut akan melebihi 1.000 orang tewas, termasuk 121 anak-anak pada saat itu.
Tiga hari kemudian, jumlah korban tewas telah melampaui 1.100, dan ratusan lainnya terluka.
Baca Juga: Balik Nama Kendaraan di Program Pemutihan Pajak Jabar, Berikut Ketentuan dan Caranya
“Setiap rumah di sini telah kehilangan banyak orang, rumah semua orang hancur. Apa pun yang kami miliki sekarang hilang,” kata Ali Khan seperti dikutip prfmnews.id dari laman Al Jazeera.
Dibesarkan di Gayan, pria berusia 35 tahun itu mengatakan kondisi ekonomi penduduk desa setempat merupakan faktor dalam skala kehancuran dan jumlah korban tewas.
Terletak di pegunungan berbatu dan tak beraspal dan lereng bukit, keterpencilan desa-desa miskin dan rumah sederhana mereka dari lumpur dan kayu disebut-sebut sebagai penyebab utama kematian di antara penduduk di Khost dan Paktika dua provinsi yang paling terkena dampak gempa.
“Semua orang miskin di sini, mereka membangun rumah sederhana dengan apa yang mereka miliki,” kata Khan.***
