Nadiem Makarim: Skripsi Tak Lagi Wajib Jadi Syarat Kelulusan Mahasiswa S1

- 30 Agustus 2023, 08:18 WIB
Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim saat memberikan sambutan pada Merdeka Belajar Episode Ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi.
Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim saat memberikan sambutan pada Merdeka Belajar Episode Ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi. /Dok. Kemdikbud/

PRFMNEWS - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengumumkan aturan baru untuk mahasiswa program sarjana agar tidak diwajibkan lagi menyusun skripsi sebagai prasyarat kelulusan.

 

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Langkah itu diambil kemungkinan setelah adanya perubahan standar nasional pendidikan tinggi yang dianggap Nadiem terlalu kaku dan terperinci.

“Kalau kita ingin menunjukan kompetensi dalam bidang yang technical, apakah penulisan karya ilmiah yang di-publish secara scientific itu adalah cara yang tepat untuk mengukur kompetensi dia dalam technical skill itu?” tanya Nadiem dalam Diskusi Merdeka Belajar Episode ke-26 yang disiarkan kanal Youtube KEMENDIKBUD RI.

Baca Juga: Baru Diterbitkan Nadiem, Isi Permendikbud PPKSP Rincikan Detail 6 Bentuk Kekerasan di Sekolah

Dengan adanya banyak program studi, Nadiem menilai tidak semua kompetensi dapat diukur melalui skripsi.

“Kompetensi lulusan ini salah satu yang paling game changing,” kata Nadiem.

Nadiem menjelaskan lebih lanjut mengenai penyederhanaan standar kompetensi lulusan di perguruan tinggi.

Baca Juga: Sebut Zonasi Banyak Kekurangan, Ridwan Kamil Bakal Bahas Bersama Kemendikbud

Skripsi jadi opsional

Penyederhanaan yang dimaksud tersebut adalah status skripsi yang sebelumnya menjadi satu-satunya persyaratan kelulusan sarjana, kini menjadi opsional, dan mahasiswa dapat memilih bentuk lain seperti prototipe atau proyek.

Nadiem memberikan contoh seperti program vokasi dan teknik, di mana menulis karya ilmiah yang dipublikasikan tidak selalu menjadi indikator yang tepat untuk mengukur kompetensi lulusan.

“Dalam akademik juga sama. Apakah yang mau kita tes itu kemampuan seseorang untuk menulis skripsi secara scientific, atau kemampuan dia mengimplementasikan proyek di lapangan? Ini harusnya bukan ketentuan Kemendikbudristek, tetapi kemerdekaan dari program studi untuk mengukur standar kelulusan,” ujarnya.

Baca Juga: Polusi Udara Buruk, Menkes Imbau Masyarakat Kembali Gunakan Masker untuk Cegah Penyakit

Nadiem juga mengungkapkan bahwa hal yang sama berlaku untuk program magister dan doktor, di mana tugas akhir tidak harus berbentuk tesis atau disertasi. Keputusan ini nantinya akan ditentukan oleh masing-masing program studi di perguruan tinggi.

“Jadi sekarang, Bapak Ibu, kompetensi ini tidak dijabarkan secara rinci lagi. Perguruan tinggi yang dapat merumuskan kompetensi sikap dan keterampilan secara terintegrasi. Dan Bapak Ibu, tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa berbentuk prototipe, bisa berbentuk proyek, bisa berbentuk lainnya, ya, tidak hanya skripsi, tesis, atau disertasi,” kata Nadiem.

Namun, adanya skripsi, tesis, disertasi, dan karya ilmiah lainnya sebagai standar pengujian tidak dilarang secara serta merta. Untuk penerapannya kemudian akan diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing perguruan tinggi.***

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah