Punya Potensi Besar di Fashion Muslim, Kemenperin Dorong Pengembangan Industri Halal

22 Juni 2021, 14:41 WIB
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita /dok Kemenperin


PRFMNEWS - Indonesia punya potensi besar terhadap perkembangan industri fashion muslim. Pada tahun 2020, Indonesia berada di urutan kelima konsumen fesyen muslim dunia.

Maka dari itu, Kementerian Perindustrian berperan aktif mendorong pengembangan industri halal karena memiliki potensi besar dalam memacu perekonomian nasional.

"Industri fesyen muslim memiliki potensi yang besar mengingat konsumsi fesyen muslim di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, dengan pertumbuhan rata-rata 3,2 persen per tahun," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya, Selasa 22 Juni 2021.

Baca Juga: Ruang Kolaborasi Bandung Hadir untuk Membantu Penanganan Covid-19 di Kota Bandung

Indonesia juga menjadi eksportir terbesar kelima di negara anggota OKI, dengan proporsi 9,3 persen. Nilai ini jika dilihat secara global baru berkisar 3,8 persen dari total pasar produk halal dunia. Oleh karenanya, perlu dioptimalkan lagi.

Guna mencapai sasaran tersebut, Indonesia sudah punya Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024. Salah satu strateginya adalah penguatan rantai nilai halal yang terdiri dari industri makanan dan minuman, pariwisata, fesyen muslim, media dan rekreasi halal, farmasi dan kosmetik, serta industri energi terbarukan.

“Tidak hanya peluang pasar global yang diproyeksikan mencapai 1.84 miliar penduduk muslim di dunia pada tahun 2023, kebutuhan produk halal dalam negeri pun masih terbuka luas dengan populasi penduduk muslim 87,2 persen dari total penduduk Indonesia,” ungkapnya.

Baca Juga: RSHS Wajibkan Peserta Vaksinasi Datang Sesuai Waktu yang Ditentukan

Dalam upaya mendukung proyeksi produk fesyen halal tersebut, Sekitar 800 peserta berkumpul bersama secara virtual dalam acara TEXTalk yang mengangkat tema “Perspektif Halal dalam Tekstil dan Fashion", Selasa 22 Juni 2021.

Acara ini diinisiasi oleh Balai Besar Tekstil (BBT), satuan kerja di bawah Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Kepala BSKJI, Doddy Rahadi memaparkan, kegiatan tersebut dilaksanakan seiring menyambut upaya pemulihan ekonomi nasional yang tengah menunjukkan perkembangan yang positif.

Baca Juga: Waspada! Hari ini Masih Ada Potensi Hujan Lebat Disertai Kilat atau Petir dan Angin Kencang di Jabar

"Misalnya, tercemin dari capaian Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei 2021 yang berada pada nilai tertinggi sepanjang sejarah, yaitu pada angka 55,3," jelasnya.

Doddy menegaskan, pihaknya mendukung upaya peningkatan daya saing industri dalam negeri untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan berkesinambungan. Jaminan kepastian mutu produk yang dihasilkan industri tersebut menjadi hal penting yang harus dipertahankan dan ditingkatkan.

“Di sektor industri fesyen muslim, hingga saat ini, telah diterbitkan beberapa Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk lini produk tekstil yang digunakan untuk beribadah, yakni mukena (SNI 8856:2020), kain ihram (SNI 8767:2019), karpet (SNI 7116:2019), kerudung (SNI 8098:2017), kaus kaki (SNI 7131:2017),” paparnya.

Selain itu, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal yang merupakan regulasi turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Baca Juga: Hal Penting yang Harus Diperhartikan Setelah Dinyatakan Lulus PPDB Jabar Tahap 1

Dalam regulasi tersebut juga diamanatkan kewajiban sertifikasi halal Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang masuk dalam kategori Barang Gunaan (sandang, penutup kepala, dan aksesoris, perlengkapan peribadatan bagi umat islam) akan diberlakukan pada rentang 17 Oktober 2021 sampai 17 Oktober 2026.

Sementara itu, Kepala BBT Cahyadi menyatakan, kesiapan dan komitmen BBT dalam membantu para pemangku kepentingan dalam menyiapkan ekosistem halal dari rangkaian proses produksi sektor hulu ke hilir.

“Kami membuka kolaborasi lintas stakeholder untuk bersama-sama menyempurnakan kajian penentuan titik kritis kontaminasi kandungan non-halal di industri TPT,” ujarnya.

Hal tersebut diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama dalam melakukan proses penilaian kesesuaian untuk sektor Barang Gunaan khususnya tekstil dan produk tekstil.

“Selain mendukung program sertifikasi halal, BBT Bandung juga memiliki kompetensi penguatan Industri TPT melalui penerapan SNI, Sertifikasi Industri Hijau, Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi terakreditasi, sertifikasi masker kain dan pengujian masker medis serta mampu memberikan layanan pengembangan Teknologi bagi Industri TPT nasional,” tuturnya.

Ratusan peserta yang mengikuti kegiatan ini berasal dari berbagai kalangan seperti industri tekstil dan produk tesktil (TPT), asosiasi, Pemerintah Daerah, civitas akademisi, lembaga penguji, kementerian dan lembaga terkait, serta Pusat Kajian Halal.***

Editor: Rizky Perdana

Tags

Terkini

Terpopuler