Peringati Hari Puisi Sedunia: Mengenal 3 Sastrawan Indonesia dengan Puisi Fenomenalnya

- 21 Maret 2022, 21:10 WIB
WS Rendra dalam suatu pementasan.
WS Rendra dalam suatu pementasan. /ANTARA

PRFMNEWS - Setiap tanggal 21 Maret, kita memperingati hari puisi sedunia.

Bagi Indonesia, puisi sudah memiliki tempat di dalam hati masyarakat.

Sejak jenjang Sekolah Dasar (SD), puisi sudah masuk dalam kurikulum pendidikan.

Baca Juga: Ini Kumpulan Puisi Fenomenal Karya Pak Sapardi Djoko Damono

Tak sedikit sastrawan terkenal yang dimiliki Indonesia, tentu dengan karya puisi yang fenomenalnya.

Dalam rangka turut memperingati Hari Puisi Sedunia, 21 Maret 2022, prfmnews.id akan mengulas 3 sastrawan dengan puisi yang fenomenal.

WS.Rendera - Sebatang Lisong

Sastrawan pemilik nama asli Wilibrodus Surendra Broto ini memiliki nama panggung 'burung merak'.

WS. Rendra termasuk jajaran legenda sastrawan yang dimiliki Indonesia.

Anak muda yang menggeluti dunia sastra, akan menjadikan sosok ini sebagai panutan dan acuan dalam menciptakan puisi.

Aktif dalam panggung seni saat era tahun 1960-an saat masih di bangku kuliah.

Baca Juga: Nostalgia! Ini Kumpulan Puisi di Film Ada Apa dengan Cinta (AADC)

Dia merupakan mahasiswa Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Karya puisi Rendra banyak mengangkat team sosial, politik dan ekonomi. Kondisi kekinian yang membuat dia tajam dengan puisi bernada kritik.

' Inilah sajak ku, pamplet masa darurat.
Apakah arti kesenian bila terpisah dari derita lingkungan.
Apalah artinya berfikir bila terpisah dari masalah kehidupan'

Bunyi penggalan puisi karya WS.Rendra, Sebatang Lisong.

Puisi yang dibuat Rendra tersebut bermakna kritik terhadap dunia pendidikan Indonesia yang masih melihat status sosial dalam mengaksesnya.

Baca Juga: 5 Cara Alami Hilangkan Ketombe Ala dr. Saddam Ismail, Apa Saja Itu? Simak Penjelasannya Ini

Wiji Thukul - Peringatan

Sastrawan bernama Asli Wiji Widodo ini lahir di Solo tahun 1963. Thukul, nama yang diberikan saat dirinya aktif berteater memiliki arti tumbuh.

Wiji Thukul mencintai kesenian sastar sejak duduk di bangku SMP. Saat lulus SMA, dia mulai masuk ke dalam sanggar atau teater.

Aktivitas berteater Wiji Thukul saat itu dibarengi dengan kegiatannya berjualan.

Tahun 1993, Wiji Thukul mendirikan Jaringan Kerja Rakyat, perkumpulan para seniman yang bergerak dalam bidang sosial.

Baca Juga: Pesawat China Eastern Jatuh di Pegunungan Bawa 132 Penumpang, Tidak Ada Tanda-tanda Selamat

Namanya mulai dipantau oleh aparat saat dia sering memimpin aksi demonstrasi membela kaum marginal.

'Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan, mama hanya ada satu kata, LAWAN!'

Puisi tersebut sudah banyak orang faham, terlebih mereka yang menyematkan diri sebagai aktivis.

Kata LAWAN, saat ini menjadi satu kata yang sering dilontarkan oleh mereka yang berunjuk rasa.

Baca Juga: Update Rusia-Ukraina: Situasi Mariupol Sangat Kritis, Rusia Meminta Warga Sipil untuk Menyerah

Sapardi Djoko Damono - Yang Fana adalah Waktu

Sastrawan yang akrab dipanggil Pak Sapardi ini merupakan legenda sastra di Indonesia. Aktif sejak tahun 1950, karya Pak Sapardi masih eksis hingga saat ini.

Karya Pak Sapardi kental dengan nilai kehidupan, dari sosial, ekonomi hingga percintaan mampu diramu menjadi puisi yang berkelas.

'Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik.
Merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa, tapi, yang fana adalah waktu, bukan? Tanyamu. Kita abadi'

Penggalan puisi yang fenomenal tersebut bernilai sebuah otokritik manusia pada dirinya, yang kadang lupa tentang dunia yang fana dan sementara.

Meskipun nama-nama di atas sudah berpulang, namun karya mereka tetap dikenang bagi generasi seterusnya.

Mereka telah menorehkan nama melalui bait dan syair puisi.***

Editor: Rizky Perdana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah