"Artinya kita harus naik industrinya ke sofistifikasi (kompleks), lebih tinggi. Atau, kita lihat yang bisa menaikkan industri-industri dasar, seperti tekstil and footware, itu pada produk-produk dengan nilai lebih tinggi. Kita harus move away dari industri yang bisa dikerjakan negara lain, seperti Bangladesh dan lain-lain," ujar Airlangga.
Di samping itu, Indonesia harus mengerek kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto (PDB) dari posisi saat ini 18 persen, menjadi 25 persen dengan bantuan digitalisasi dan industri 4.0.
Baca Juga: Kondisi Kebugaran Pemain Persib Terjaga Baik Jelang Pertandingan Lawan Borneo FC
Untuk merealisasikan target Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi di 2045, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kisaran enam sampai tujuh persen secara konsisten.
"Indonesia membutuhkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu, kontribusi industri naik dari 18 ke 25 persen," ujarnya.
"Di tahun 2030 ini kita berharap bahwa kita bisa mencapai negara berpenghasilan menengah atau lepas dari middle income Trap, di mana Indonesia merencanakan pertumbuhan GDP kita per income per kapita itu di atas 10.000 (dolar AS) di atas tahun 2030," tutur Airlangga Hartarto.
Baca Juga: Pencurian Bermodus Pecah Kaca Mobil di Bandung Terekam CCTV, Pelaku Beraksi Seorang Diri
Pemerintah pun memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dipertahankan di 5 sampai 5,5 persen. Sehingga, pada 2024, pertumbuhan pendapatan per kapita pada 2024 bisa mencapai 5.500 dolar AS (Rp86 juta).
"Kemudian kita juga melihat bahwa pertumbuhan ekonomi ini 80 persen nanti kita akan ambil dari sektor manufaktur, dan tentu manufaktur industri menjadi perhatian dari pemerintah," ujar Airlangga Hartarto.
"Sekarang kontribusinya sekitar 18 persen, kita targetkan ini bisa meningkat menjadi 25 persen di tahun 2030 itu dengan industri 4.0. Kemudian juga dengan transformasi IOT," ucapnya menambahkan.