Kembangkan Green Pharmacy, ITB Jadi Mitra Pemerintah Untuk Riset Farmasi dan Kesehatan

- 11 Oktober 2022, 15:40 WIB
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Lucia Rizki Andalucia
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Lucia Rizki Andalucia /TOMMY RIYADI/PRFM

PRFMNEWS - Guna mengurangi ketergantungan obat obatan impor, pemerintah terus mengembangkan riset dan inovasi bidang farmasi dan kesehatan bersama Perguruan Tinggi. Satu diantaranya, menggandeng Institut Teknologi Bandung.

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Lucia Rizki Andalucia menjelaskan, alasan mengapa ITB menjadi bagian project Green Pharmacy.

"Salah satu yang berkaitan erat dengan ITB ini adalah kemandirian di bidang kesehatandan kefarmasian, bagaimaina kita memiliki produk inovatif, bagaimana Indonesia memiliki kemandirian di bidang kefarmasian dan tidak tergantung dari produk impor," jelasnya usai jadi pembicara dalam Seminar bertajuk Green Pharmacy : From Innovation Towards Development and Applications for The Bright Future, pada Lustrum ke-15 sekaligus ulang tahun ke-75 Sekolah Farmasi ITB, Selasa 11 Oktober 2022.

Baca Juga: Pemkot dan ITB Kerjasama Benahi Kota, Dipatiukur, Dago, hingga Ganesha

Lucia mengatakan, perkembangan teknologi kefarmasian saat ini sudah bergeser dari produk kimia ke arah biologis atau biofarmasi. Karena hal itu mampu memberikan kecepatan dalam pengembangan industri obat obatan dan aspek pencemaran terhadap lingkungan juga lebih rendah.

"Kalau kimia kan kita tahu sendiri, dari mulai bahan baku kimianya saja, di Petrokimia sangat sulit untuk mendapatkan reduksi cemarannya, kemudian mendapatkan kemurniannya juga sulit. Nah sekarang di seluruh dunia itu sudah bergeser ke arah biofarmasi produk," jelasnya.

Demikian pula, pengembangan produksi Biofarmasi ini bukan hanya untuk obat saja melainkan juga untuk vaksin, obat yang berbasis pada bahan alam, maupun untuk alat diagnostik.

Baca Juga: Polri Jadwalkan Pemeriksaan Tambahan Terhadap 5 Tersangka Tragedi Kanjuruhan Hari Ini

"Nah, inilah yang kami harapkan ada kemandirian. Di Kemenkes kami ada program namanya BGSI (Bio, Genom, Sains, Inisiatif) kami akan melakukan pengembangan obat-obatan, vaksin yang berbasis genomic, karena memang sekarang eranya preseseur medicine, tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan keberhasilan terapiterapi," ujarnya.

Di Kemenkes sendiri, lanjut Lucia, tidak dilakukan penelitian dasar mengenai program ini. Untuk itu, pihaknya bekerjasama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan ITB untuk melakukan hal tersebut.

"Manakala sudah menjadi penelitian terapan yang ke pasien itu tugas kami, karena melibatkan rumah sakit yang ada di bawah kemenkes. Makanya kami tadi mengajak para peneliti dari ITB mau mahasiswa ataupun dosennya, untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan biofarmasi," tuturnya.

Baca Juga: Kenalan dengan Salsabilla Rasika, Wisudawan Teman Tuli ITB dari Jurusan DKV

Berkenaan dengan kucuran anggaran dari Pemerintah sebesar Rp400 miliar lebih yang dinilai terlalu kecil untuk membiayai riset, Lucia mengaku sumber pendanaan tidak sepenuhnya mengandalkan anggaran pemerintah. Sebab konsep kolaborasi dengan organisasi internasional seperti World Bank, yang juga konsen terhadap pengembangan program tersebut.

"Tapi bisa kolaborasi dengan organisasi internasional yang bergerak dalam pengembangan obat, itu semua akan mensupport, World Bank sendiri juga punya program untuk pengembangan obat maupun vaksin. Apalagi kemarin belajar dari pandemi yah," tandasnya.

Deputi Bidang Fasilitas Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono
Deputi Bidang Fasilitas Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono TOMMY RIYADI/PRFM

Di tempat yang sama, Deputi Bidang Fasilitas Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono menambahkan, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, skema riset dan inovasi program Indonesia Maju difokuskan pada tiga bidang.

"Pertama kesehatan, kedua pangan, kemudian energi. Jadi tiga itu yang difokuskan, jadi kalau kesehatan terkait obat juga," ucap Agus.

Baca Juga: Viral Fenomena Lubang Misterius di Tanah Sawah di Cikalongwetan Bandung Barat, Pakar ITB Beri Penjelasan

Agus menambahkan, salah satu strategi BRIN di penguatan SDM dalam kurun waktu setahun sampai lima tahun yang akan datang, yaitu mengirimkan 250 peneliti mereka ke luar negeri.

"Kami akan mengirim 250 Phd ke luar negeri di bidang biodiversitas. Karena kami mengharapkan biodiversitas kita bisa dimanfaatkan, termasuk untuk kesehatan," ujarnya.

Mengenai bahan baku obat yang menjadi sumber daya di Indonesia, Agus mengatakan sangat melimpah. Bahkan sangat ironis, bahan baku obat obatan tersebut justru bersumber dari kekayaan alam Indonesia.

"Sekarang obat kita itu 70 persen diproduksi dalam negeri, hanya bahannya diimpor dari luar, dan ironisnya bahan itu sebenarnya dari Indonesia dikirim keluar, diproses, dan kita beli lagi, nah ini yang sekarang coba kami perbaiki agar kita bisa memproses sendiri," ungkap Agus.

Ia mengambil contoh, garam farmasi misalnya, bahan bakunya justru bersumber dari Indonesia. Namun hingga kini Indonesia belum memiliki kemampuan untuk memproses garam tersebut menjadi garam farmasi.

Baca Juga: Mata Lelah dan Sakit Pinggang Akibat Kerja Duduk Lama Lenyap dengan Cara yang Diungkap dr. Zaidul Akbar ini

"Kita kan punya banyak garam, tapi kita belum punya kemampuan untuk memproses garam itu menjadi level garam farmasi, nah sekarang peneliti BRIN bekerjasama dengan Kimia Farma menghasilkan garam farmasi," ujarnya.

"Demikian juga dengan obat tradisional yang bisa membantu mengurangi ketergantungan dari obat dari luar. Termasuk jejamuan," tambah Agus.

Berkenaan dengan kebijakan Pemerintah yang akhirnya memutuskan untuk mengembangkan Green Pharmacy, Agus menegaskan banyak hal positif yang bisa diambil dari kebijakan tersebut. Satu diantaranya, mampu meminimalisir dampak industri farmasi terhadap lingkungan.

"Dia lebih ramah lingkungan karena memperhatikan limbahnya lebih sedikit, kemudian pacakaging nya ramah lingkungan, supaya tidak ada proses kimia yang berlebihan. Intinya dampak terhadap lingkungan bisa diminimalkan," pungkas Agus.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan terus mendorong pengembangan konsep green pharmacy demi melakukan transisi penggunaan bahan kimia menjadi herbal dalam memproduksi obat-obatan.

Salah satu upaya Kementerian Kesehatan yaitu dengan menggandeng lembaga riset dan universitas untuk melakukan sejumlah penelitian terkait konsep green pharmacy.

Dirjen Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes Lucia Rizka Andalusia mengatakan, pengembangan konsep green pharmacy saat ini tengah dilakukan di negara-negara maju di dunia.

"Di Dunia, perkembangan teknologi kefarmasian itu sekarang sudah bergeser dari produk kimia ke arah bilogic atau biofarmasi karena memberikan kecepatan dalam drug development (pengembangan obat)," ucap Lucia saat ditemui dalam seminar internasional yang digelar sekolah farmasi ITB soal konsep green pharmacy, Bandung.

Selain itu, kata Lucia, konsep green pharmacy juga disebut bisa mengurangi cemaran lingkungan dalam hal produksi obat-obatan.

"Kalau kimia kan kita tau sendiri dari mulai bahan baku kimianya saja sangat sulit, terlebih untuk mendapatkan reduksi cemarannya. Kemudian mendapatkan kemurniannya juga sulit. Nah sekarang di seluruh dunia itu sudah bergeser ke arah biofarmasi produk," ujar Lucia.

Oleh karena itu, Lucia menuturkan, pihaknya menggandeng sejumlah lembaga riset dan universitas untuk melakukan pengembangan dan penelitian tentang konsep green pharmacy, khususnya di bidang pengembangan obat. Di antaranya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB).

Nantinya, kata Lucia, konsep green pharmacy diharapkan dapat menurunkan ketergantungan Indonesia akan bahan baku obat impor dan memiliki kemandirian di bidang farmasi.

"Salah satu yang berkaitan erat dengan ITB ini adalah kemandirian di bidang kesehatan dan kefarmasian, bagaimaina kita memiliki produk inovatif, bagaiaman indonesia memiliki kemanfirian di bidang kefarmasian dan tidak tergantung dari produk impor," ujar Lucia.

"Di temen-temen universitas, di institusi riset itu melakukan penelitian dasar, manakala sudah menjadi penelitian terapan yang ke pasien itu tugas kami karena melibatkan rumah sakit yang ada di bawah kemenkes," sambung Lucia.

Sementara itu, Deputi Bidang Fasilitas Riset dan Inovasi BRIN Agus Haryono menuturkan, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo terdapat tiga program yang menjadi fokus utama dalam skema riset inovasi indonesia maju. Pertama kesehatan, pangan, kemudian energi.

"Jadi tiga itu yang difokuskan, jadi kalau kesehatan (termasuk green pharmacy) terkait obat juga," ucap Agus.

Tak tanggung-tanggung, Agus menyebutkan, tahun ini BRIN berencana mengirimkan para ilmuwannya untuk melakukan riset di luar negeri soal biodiversitas yang bisa menyukseskan pada konsep green pharmacy.

"Salah satu strategi kami di penguatan SDM setahun ini sampai lima tahun yang akan datang, kami akan mengirim 250 orang ke luar negeri di bidang biodiversitas. Karena kami mengharapkan biodiversitas kita bisa dimanfaatkan, termasuk untuk kesehatan," ucap Agus.

Sementara itu, Dekan Sekolah Farmasi ITB I Ketut Adyana menambahkan, pihaknya siap mendukung konsep green pharmacy demi terciptanya kemajuan dalam bidang farmasi.

Menurutnya, Green Pharmacy dipahami sebagai suatu konsep pengembangan dan pelaksanaan ilmu, riset, praktek, dan Industri farmasi yang memiliki wawasan ramah lingkungan.

Sekolah farmasi ITB memiliki 5 kelompok kellmuan (KK). Di antaranya Farmakokimia, Biologi farmasi, Farmakologi-Farmasi Klinik,Farmasetika, dan Ilmu Keolahragaan, yang masing-masing ada bisa berkaitan dengan green pharmacy.

Selain itu, seminar internasional yang bertajuk 'Green Pharmacy: From Innovation Towards Development and Application for The Bright Future' ini diikuti berbagai pihak baik dari akademisi, peneliti, praktisi, maupun profesi yang mendukung pengembangan dan pemanfaatan produk farmasi.

Di antaranya mencakup bahan dan sediaan obat, kosmetik, dan pangannutrasetikal.

Kesemuanya diharapkan dapat dikembangkan selaras dengan kelestarian alam untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit yang kita hadapi pada saat ini.

"Kami berusaha menilik permasalahan tersebut dengan harapan mencari solusinya ditinjau dari aspek kefarmasian sehingga diadakan acara Seminar Internasional Green Pharmacy," ujar Ketut.

Di samping itu, kata Ketut, dalam seminar ini terdapat para ahli dari manca negara (Inggris, Belanda, Slovenia, Thailand, Jepang, dan Korea) berbagi ilmu dan pengalaman di bidang masing-masing.

Seminar ini dihadiri lebih dari seratus peserta dari pihak akademisi, peneliti, praktisi, maupun profesi.***

Editor: Rizky Perdana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah