Penurunan Muka Tanah di Cimahi Sudah Berlangsung Lama, Sempat Capai 20 cm per Tahun

8 Agustus 2021, 13:21 WIB
Ilustrasi banjir. /Prfmnews/PRFM


PRFMNEWS - Kota Cimahi berdasarkan hasil penelitian disebut telah mengalami penurunan muka tanah dalam kurun puluhan tahun.

Penurunan muka tanah itu berkisar antara 8-10 centimeter per tahun, tapi sempat menyentuh 20 centimeter per tahun.

Wilayah Cimahi Selatan adalah yang paling parah. Penyebab paling besarnya karena banyaknya industri yang berdiri sehingga terjadi eksploitasi air tanah.

Baca Juga: Viral Emak-emak Lempar Water Barrier ke Pinggir Jalan di Soreang, Polisi: Itu ODGJ

"Sudah berlangsung puluhan tahun dan sempat menyentuh 20 centimeter per tahun, tapi dalam beberapa tahun terakhir lumayan melambat, jadi 8-10 centi per tahun, sebesar dulu lagi," ujar Pengamat Geodesi ITB, Heri Andreas saat on air di Radio 107,5 PRFM News Channel, Minggu 8 Agustus 2021.

Heri mengatakan, area industri sangat berpengaruh terhadap penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah besar-besaran. Sebab kebutuhan air bagi industri pun sangat banyak.

Dampak risiko yang dirasakan dari penurunan muka tanah adalah tembok rumah mengalami retak-retak, meski tidak sebesar retakan akibat gempa.

Baca Juga: Alhamdulillah BOR di Jabar Terus Turun, Ridwan Kamil: Sekarang 45 Persen

"Risikonya tidak terlalu mengkhawatirkan, kalau dampak dari penurunan tanah itu rumah sedikit retak-retak, tapi akan lebih kecil daripada gempa," jelasnya.

Namun bukan hanya itu, apabila suatu daerah yang mengalami penurunan muka tanah dan dekat dengan sungai-sungai besar, maka akan membentuk cekungan tanah yang berujung menjadi kawasan banjir, sebagaimana Dayeuhkolot Kabupaten Bandung.

Kemudian, potensi krisis air tanah dan air bersih juga bisa terjadi apabila penurunan tanah itu terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Baca Juga: Arab Saudi Buka Ibadah Umroh 1443 H untuk Jemaah Luar Negeri, Kapasitas 2 Juta Jemaah per Bulan

"Dampak ketersediaan air bersih yang lambat laun berkurang dan kedepannya potensi krisis air tanah dan air bersih, ini perlu diwanti-wanti, kalau sampai krisis air itu sama juga bencananya, itu yang harus ada solusinya," paparnya.

Terkait hal ini, Heri menyarankan kepada pemerintah agar mencari alternatif sumber air baku selain air tanah untuk industri. Misalnya dengan waduk atau teknologi lainnya.

"Sarannya bagaimana upayakan substitusi air tanah jadi harus cari sumber baku selain air tanah, misalnya berupa waduk atau apapun teknologinya, kurangi penyedotan atau bahkan tidak boleh ada yang nyedot lagi air tanah," pungkasnya.***

Editor: Rizky Perdana

Tags

Terkini

Terpopuler