Penelitian IDF, Implementasi Kebijakan Pengurangan Konsumsi Rokok di Indonesia Masih Belum Optimal

- 1 Juli 2024, 20:00 WIB
IDF Seminar Diseminasi Hasil Penelitian “The impact of Policies and Regulations regarding Tobacco Harm Reduction Products on Smoking Trends, Public Health, and Economic Outcomes di Bandung pada Selasa, 25 Juni 2024.
IDF Seminar Diseminasi Hasil Penelitian “The impact of Policies and Regulations regarding Tobacco Harm Reduction Products on Smoking Trends, Public Health, and Economic Outcomes di Bandung pada Selasa, 25 Juni 2024. /Destiani/prfmnews

PRFMNEWS - Indonesia diperkirakan memiliki jumlah penduduk hingga 275,8 juta orang dan sekitar 77,9 juta orang telah menjadi perokok dewasa atau sekitar 28,26% dari populasi pada tahun 2022.

Program pengendalian rokok di Indonesia sudah dijalankan, termasuk penetapan pajak rokok, regulasi zona bebas asap rokok, pengaturan kemasan dan label tembakau, serta pembatasan iklan dan penjualan tembakau. Namun menurut data Kementrian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan prevalensi perokok di Indonesia tidak mengalami penurunan yang signifikan terutama pada perokok dewasa aktif.

Executive Director at Indonesian Development Foundation (IDF), Harris Siagian menyampaikan, pihaknya telah melakukan penelitian secara menyeluruh di 36 Provinsi dan hampir di 500 kota di Indonesia.

Dalam seminarnya soal dampak kebijakan dan peraturan mengenai pengurangan dampak buruk produk tembakau terhadap tren merokok, kesehatan masyarakat, dan hasil ekonomi di Kota Bandung beberapa hari lalu, dia menjelaskan dampak kesehatan dan ekonomi dari peredaran rokok ini.

“Seminar diseminasi hari ini membahas mengenai isu kesehatan dan bagaimana kesehatan mempunyai dampak ekonomi yang dilakukan selama 12 bulan secara keseluruhan di 36 Provinsi dan hampir sekitar 500 kota, untuk melihat bagaimana pencegahan dan pemilihan masyarakat dalam memilih produk yang memiliki dampak penyakit tidak menular yaitu rokok," kata Harris dalam kegiatan seminar hasil penelitian yang digelar, Selasa 25 Juni 2024.

Harris mengatakan, saat ini kebijakan dan regulasi dalam membatasi konsumsi rokok sudah dilakukan pemerintah namun justru implementasi dalam masyarakat yang belum terlaksana dengan baik di berbagai daerah.

Karena saat ini kita melihat tembakau masih menjadi pemasukan tertinggi padahal dengan tingginya prevalensi orang merokok dalam kategori aktif mengakibatkan peningkatan biaya kesehatan bagi penderitanya.

Melalui acara seminar IDF Foundation ini, Harris berharap meskipun penyebaran iklan yang begitu luas di mana-mana, masyarakat dapat bijak dalam menyikapinya jangan sampai lahir perokok baru.

“Karena konsumsi rokok di sini begitu banyak sehingga iklan pun menjadi sangat luas dan menarik hingga mereka menjadikan audiens anak muda sebagai pasarnya. Dan yang harus kita kembangkan adalah Indonesia yang sehat dan masyarakat mempunyai mental yang kuat agar tidak terbuai oleh iklan hingga akhirnya menjadi social pressure dan melahirkan perokok baru. Harapan kami Indonesia sehat, Indonesia maju, dan Bandung yang murni yang penuh dengan kecantikan dan penuh dengan udara yang segar bukan udara rokok,”pungkasnya.*** (Destiani Tri Senawati/PRFM)

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah