Alasan Kemenag Selalu Gelar Sidang Isbat Tentukan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah

- 8 Maret 2024, 14:00 WIB
Ilustrasi sidang isbat.
Ilustrasi sidang isbat. /Pikiran-Rakyat.com/Fian Afandi.

Baca Juga: Ada Perbedaan Awal Puasa Ramadhan, Menag Ajak Umat Jaga Ukhuwah Islamiyah dan Toleransi

Sidang Isbat yang telah dijalankan setiap tahun selalu menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah.

Bahkan sidang ini dihadiri juga Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Perwakilan Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Perwakilan Planetarium Jakarta, Pakar Falak dari Ormas-ormas Islam, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Pondok Pesantren.

Dengan banyaknya pihak kompeten yang hadir, Adib tegskan keputusan yang ditetapkan Menteri Agama dalam sidang isbat ini memiliki kekuatan hukum.

“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” sebut Adib.

Sidang Isbat penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah, kata Adib, bukan hanya dilakukan Indonesia saja. Negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majlis Hakim Tingginya. Bedanya, Indonesia menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat.

Baca Juga: Sidang Isbat Awal Ramadhan Digelar 10 Maret 2024, Kemenag Pantau Hilal di 134 Lokasi Termasuk Jabar

“Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat,” tegas Adib.

Adib menegaskan bahwa peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah fasilitator ormas Islam dan para pihak untuk bermusyawarah. Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.

“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,” tandasnya.***

Halaman:

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah