Anggota Baleg Pertanyakan Makna Penyederhanaan dan Percepatan RUU Cipta Kerja

- 20 Mei 2020, 09:50 WIB
Anggota Baleg DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah
Anggota Baleg DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah //ISTIMEWA.

BANDUNG, (PRFM) - RUU Omnibus Law yang telah masuk ke pembahasan di Badan Legislasi terus memunculkan kritik.

Salah satunya dari anggota Baleg DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah yang mempertanyakan di mana letak makna penyederhanaan dan percepatan RUU Cipta Kerja, setelah melihat begitu banyak pasal dalam RUU ini yang memberi amanah pembentukan peraturan turunan.

Ledia menjabarkan kembali bahwa tujuan mendasar RUU Omnibus Law Cipta Kerja oleh pemerintah sebagaimana tercantum dalam draft RUU dan Naskah Akademik adalah semangat untuk memenuhi hak kesejahteraan bagi warga negara Indonesia dengan membuka peluang kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia dan sekaligus untuk menggairahkan iklim investasi di negeri ini.

Baca Juga: Lebaran, Pelayanan SIM Polretabes Bandung Hanya Libur pada Tanggal 24 dan 25 Mei

Kedua hal tersebut diyakinkan akan mampu terwujud lebih baik bila ada kemudahan dan penyederhanaan pada regulasi yang saat ini tersebar pada hampir 80 jenis Undang-Undang sektoral yang berdiri sendiri.

Ledia menilai, melakukan revisi Undang-Undang secara terpisah tentu memakan waktu, tenaga dan pikiran yang sangat besar, sehingga metode omninbuslaw pun dipilih demi mendapat dua hal mendasar dari satu perubahan besar dalam sistem peraturan perundangan di negeri ini, yaitu Penyederhanaan dan Percepatan.

Namun pada kenyataannya, kata Ledia naskah RUU ini justru menunjukkan semangat yang bertolak belakang.

“Banyaknya amanah pembentukan peraturan pelaksana menunjukkan bahwa semangat penyederhanaan, memutus rantai birokrasi, menghilangkan tumpang tindih peraturan dan semangat percepatan dalam RUU ini tidak nampak. Bukan hanya puluhan bahkan ratusan amanah peraturan pelaksana muncul di RUU ini, baik dalam bentuk amanah pembentukan PP, Perpres hingga Perda,” ucapnya.

Sekretaris Fraksi PKS ini kemudian mengingatkan bahwa selama ini ratusan Undang-Undang yang sudah disahkan di negeri ini seringkali terhambat implementasinya karena lambat dan tak kunjung hadirnya peraturan pelaksana yang menjadi amanah Undang-Undang.

Ledia lantas memberi contoh UU No 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal yang disahkan tahun 2014 tetapi membutuhkan waktu lima tahun untuk bisa diimplementasikan karena peraturan pelaksananya baru keluar pada 2019 lalu.

Halaman:

Editor: Rifki Abdul Fahmi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x